(News.Sofund.id) TikTok kini menjadi salah satu media sosial paling populer di dunia, terutama di kalangan anak muda. Platform ini tidak hanya digunakan untuk hiburan, tetapi juga menjadi sumber informasi dan berita bagi penggunanya. Pesatnya pertumbuhan TikTok membuat banyak perusahaan media sosial harus beradaptasi dengan cepat, termasuk Meta, induk dari Facebook, Instagram, dan WhatsApp.
CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengakui bahwa perusahaannya terlambat dalam menyadari potensi TikTok sebagai pesaing serius. Kesalahan utama Meta adalah menganggap TikTok hanya sebagai platform berbagi video, bukan sebagai media sosial interaktif seperti yang mereka miliki. Awalnya, Meta melihat TikTok sebagai pesaing YouTube, bukan sebagai ancaman langsung terhadap ekosistem media sosial mereka.
Kesalahpahaman ini membuat Meta lambat dalam menghadirkan fitur yang mampu bersaing dengan TikTok. Instagram Reels baru diperkenalkan pada tahun 2020, diikuti oleh Facebook Reels dua tahun kemudian pada 2022. Padahal, TikTok sudah beroperasi secara global sejak 2017 dan berkembang pesat sebagai platform sosial yang menawarkan lebih dari sekadar video pendek.
Salah satu aspek yang tidak diperhitungkan Meta adalah fitur Inbox di TikTok, yang memungkinkan pengguna saling mengirim pesan pribadi. Meta selama ini lebih fokus pada aplikasi komunikasi konvensional seperti WhatsApp untuk percakapan sehari-hari dan fitur Direct Message (DM) di Instagram. Namun, Meta tidak menyadari bahwa TikTok juga memiliki fitur serupa yang ternyata banyak digunakan oleh penggunanya. Hal ini membuat TikTok tidak hanya menjadi platform hiburan, tetapi juga menjadi ruang interaksi sosial yang lebih luas.
Zuckerberg mengakui bahwa Meta tidak menduga TikTok akan menjadi lebih dari sekadar tempat menonton dan mengomentari video. Interaksi yang terjalin melalui fitur pesan pribadi membuat TikTok semakin kuat sebagai media sosial. Kesalahan dalam memahami daya tarik dan fungsi TikTok ini menjadi faktor utama mengapa Meta sempat meremehkan pesaingnya tersebut.
Meskipun begitu, Meta masih memiliki jumlah pengguna yang lebih besar dibandingkan TikTok. Berdasarkan data Shopify per Oktober 2024, Facebook memiliki 3,1 miliar pengguna, sementara Instagram dan WhatsApp masing-masing memiliki 2 miliar pengguna. TikTok saat ini memiliki sekitar 1,7 miliar pengguna, namun angka ini terus bertumbuh pesat. Dengan tren yang ada, tidak menutup kemungkinan TikTok akan menyusul atau bahkan melampaui jumlah pengguna Instagram dan WhatsApp dalam beberapa tahun ke depan.
Persaingan ketat antara platform media sosial semakin menuntut inovasi dan strategi yang cepat dalam menanggapi perubahan tren. Kesalahan dalam memahami TikTok menjadi pelajaran penting bagi Meta agar lebih waspada terhadap perkembangan pesaing di masa depan. Jika tidak ingin kembali kecolongan, Meta harus terus berinovasi dan menyesuaikan strategi agar tetap relevan di era media sosial yang semakin dinamis.(Courtesy picture:dok.AFP)
(News.Sofund.id) TikTok kini menjadi salah satu media sosial paling populer di dunia, terutama di kalangan anak muda. Platform ini tidak hanya digunakan untuk hiburan, tetapi juga menjadi sumber informasi dan berita bagi penggunanya. Pesatnya pertumbuhan TikTok membuat banyak perusahaan media sosial harus beradaptasi dengan cepat, termasuk Meta, induk dari Facebook, Instagram, dan WhatsApp.
CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengakui bahwa perusahaannya terlambat dalam menyadari potensi TikTok sebagai pesaing serius. Kesalahan utama Meta adalah menganggap TikTok hanya sebagai platform berbagi video, bukan sebagai media sosial interaktif seperti yang mereka miliki. Awalnya, Meta melihat TikTok sebagai pesaing YouTube, bukan sebagai ancaman langsung terhadap ekosistem media sosial mereka.
Kesalahpahaman ini membuat Meta lambat dalam menghadirkan fitur yang mampu bersaing dengan TikTok. Instagram Reels baru diperkenalkan pada tahun 2020, diikuti oleh Facebook Reels dua tahun kemudian pada 2022. Padahal, TikTok sudah beroperasi secara global sejak 2017 dan berkembang pesat sebagai platform sosial yang menawarkan lebih dari sekadar video pendek.
Salah satu aspek yang tidak diperhitungkan Meta adalah fitur Inbox di TikTok, yang memungkinkan pengguna saling mengirim pesan pribadi. Meta selama ini lebih fokus pada aplikasi komunikasi konvensional seperti WhatsApp untuk percakapan sehari-hari dan fitur Direct Message (DM) di Instagram. Namun, Meta tidak menyadari bahwa TikTok juga memiliki fitur serupa yang ternyata banyak digunakan oleh penggunanya. Hal ini membuat TikTok tidak hanya menjadi platform hiburan, tetapi juga menjadi ruang interaksi sosial yang lebih luas.
Zuckerberg mengakui bahwa Meta tidak menduga TikTok akan menjadi lebih dari sekadar tempat menonton dan mengomentari video. Interaksi yang terjalin melalui fitur pesan pribadi membuat TikTok semakin kuat sebagai media sosial. Kesalahan dalam memahami daya tarik dan fungsi TikTok ini menjadi faktor utama mengapa Meta sempat meremehkan pesaingnya tersebut.
Meskipun begitu, Meta masih memiliki jumlah pengguna yang lebih besar dibandingkan TikTok. Berdasarkan data Shopify per Oktober 2024, Facebook memiliki 3,1 miliar pengguna, sementara Instagram dan WhatsApp masing-masing memiliki 2 miliar pengguna. TikTok saat ini memiliki sekitar 1,7 miliar pengguna, namun angka ini terus bertumbuh pesat. Dengan tren yang ada, tidak menutup kemungkinan TikTok akan menyusul atau bahkan melampaui jumlah pengguna Instagram dan WhatsApp dalam beberapa tahun ke depan.
Persaingan ketat antara platform media sosial semakin menuntut inovasi dan strategi yang cepat dalam menanggapi perubahan tren. Kesalahan dalam memahami TikTok menjadi pelajaran penting bagi Meta agar lebih waspada terhadap perkembangan pesaing di masa depan. Jika tidak ingin kembali kecolongan, Meta harus terus berinovasi dan menyesuaikan strategi agar tetap relevan di era media sosial yang semakin dinamis.(Courtesy picture:dok.AFP)