Gletser Dunia Mencair Lebih Cepat: Ancaman Kenaikan Permukaan Laut yang Semakin Nyata
Sofund.news – Para ilmuwan memperingatkan bahwa pencairan gletser di seluruh dunia terjadi dengan kecepatan yang semakin meningkat dalam satu dekade terakhir. Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature pada Rabu (19/2/2025) menunjukkan bahwa seluruh gletser di dunia telah kehilangan sekitar lima persen volumenya sejak awal abad ke-21. Jika tren ini terus berlanjut dan gletser mencair sepenuhnya, permukaan laut diperkirakan akan meningkat hingga 32 cm, yang berpotensi menyebabkan dampak besar bagi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Berdasarkan analisis ilmiah yang dikutip dari BBC, laju pencairan gletser dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang lebih tajam dibandingkan periode 2000-2011. Studi ini melibatkan lebih dari 230 pengukuran gletser di berbagai wilayah, yang dikumpulkan oleh 35 tim peneliti dari seluruh dunia. Data yang diperoleh berasal dari berbagai metode, mulai dari pengukuran langsung di lapangan hingga analisis citra satelit. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan keterbatasannya. Pengukuran langsung dapat memberikan data yang sangat detail, tetapi hanya bisa dilakukan pada sebagian kecil dari total sekitar 200.000 gletser yang tersebar di seluruh dunia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencairan es di beberapa wilayah terjadi dalam skala yang mengkhawatirkan. Misalnya, gletser di Eropa Tengah telah kehilangan sekitar 39 persen volumenya dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun. Sementara itu, antara tahun 2000 hingga 2023, gletser di Greenland dan Antartika diperkirakan mengalami kehilangan es rata-rata sebesar 270 miliar ton per tahun.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai jumlah es yang mencair, Direktur World Glacier Monitoring Service dan salah satu penulis utama studi ini, Michael Zemp, mengilustrasikan bahwa es yang hilang setiap tahunnya setara dengan konsumsi air seluruh populasi dunia selama 30 tahun, dengan asumsi bahwa setiap orang mengonsumsi sekitar tiga liter air per hari.
Secara alami, jika kondisi iklim tetap stabil, ukuran gletser tidak akan mengalami perubahan drastis karena keseimbangan antara es yang mencair dan es yang terbentuk akibat hujan salju. Namun, dalam 20 tahun terakhir, hampir semua gletser di dunia mengalami penyusutan akibat kenaikan suhu global yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Faktor utama yang berkontribusi terhadap pemanasan global ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, yang menjadi sumber utama gas rumah kaca.
Gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (COâ‚‚), metana (CHâ‚„), belerang dioksida (SOâ‚‚), dan nitrogen monoksida (NO), memiliki kemampuan untuk menyerap dan memancarkan radiasi panas di atmosfer Bumi. Emisi gas-gas ini terus meningkat akibat aktivitas industri, transportasi, dan deforestasi, sehingga mempercepat pemanasan global dan memperburuk pencairan gletser.
Zemp menekankan bahwa jumlah es yang hilang pada akhir abad ini akan sangat bergantung pada seberapa besar emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Oleh karena itu, setiap langkah yang diambil untuk mengurangi pemanasan global dapat berdampak besar dalam menyelamatkan gletser yang tersisa. “Setiap sepersepuluh derajat pemanasan yang bisa kita hindari akan menyelamatkan beberapa gletser dan mengurangi banyak kerusakan,” ujarnya dalam studi tersebut.
Peringatan para ilmuwan ini menjadi pengingat bahwa tindakan nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca harus segera dilakukan. Jika tidak, pencairan gletser yang semakin cepat ini akan membawa dampak serius, mulai dari kenaikan permukaan laut hingga perubahan ekosistem global yang lebih luas.(Courtesy picture:ilustrasi gletser)
Gletser Dunia Mencair Lebih Cepat: Ancaman Kenaikan Permukaan Laut yang Semakin Nyata
Sofund.news – Para ilmuwan memperingatkan bahwa pencairan gletser di seluruh dunia terjadi dengan kecepatan yang semakin meningkat dalam satu dekade terakhir. Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature pada Rabu (19/2/2025) menunjukkan bahwa seluruh gletser di dunia telah kehilangan sekitar lima persen volumenya sejak awal abad ke-21. Jika tren ini terus berlanjut dan gletser mencair sepenuhnya, permukaan laut diperkirakan akan meningkat hingga 32 cm, yang berpotensi menyebabkan dampak besar bagi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Berdasarkan analisis ilmiah yang dikutip dari BBC, laju pencairan gletser dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang lebih tajam dibandingkan periode 2000-2011. Studi ini melibatkan lebih dari 230 pengukuran gletser di berbagai wilayah, yang dikumpulkan oleh 35 tim peneliti dari seluruh dunia. Data yang diperoleh berasal dari berbagai metode, mulai dari pengukuran langsung di lapangan hingga analisis citra satelit. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan keterbatasannya. Pengukuran langsung dapat memberikan data yang sangat detail, tetapi hanya bisa dilakukan pada sebagian kecil dari total sekitar 200.000 gletser yang tersebar di seluruh dunia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencairan es di beberapa wilayah terjadi dalam skala yang mengkhawatirkan. Misalnya, gletser di Eropa Tengah telah kehilangan sekitar 39 persen volumenya dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun. Sementara itu, antara tahun 2000 hingga 2023, gletser di Greenland dan Antartika diperkirakan mengalami kehilangan es rata-rata sebesar 270 miliar ton per tahun.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai jumlah es yang mencair, Direktur World Glacier Monitoring Service dan salah satu penulis utama studi ini, Michael Zemp, mengilustrasikan bahwa es yang hilang setiap tahunnya setara dengan konsumsi air seluruh populasi dunia selama 30 tahun, dengan asumsi bahwa setiap orang mengonsumsi sekitar tiga liter air per hari.
Secara alami, jika kondisi iklim tetap stabil, ukuran gletser tidak akan mengalami perubahan drastis karena keseimbangan antara es yang mencair dan es yang terbentuk akibat hujan salju. Namun, dalam 20 tahun terakhir, hampir semua gletser di dunia mengalami penyusutan akibat kenaikan suhu global yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Faktor utama yang berkontribusi terhadap pemanasan global ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, yang menjadi sumber utama gas rumah kaca.
Gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (COâ‚‚), metana (CHâ‚„), belerang dioksida (SOâ‚‚), dan nitrogen monoksida (NO), memiliki kemampuan untuk menyerap dan memancarkan radiasi panas di atmosfer Bumi. Emisi gas-gas ini terus meningkat akibat aktivitas industri, transportasi, dan deforestasi, sehingga mempercepat pemanasan global dan memperburuk pencairan gletser.
Zemp menekankan bahwa jumlah es yang hilang pada akhir abad ini akan sangat bergantung pada seberapa besar emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Oleh karena itu, setiap langkah yang diambil untuk mengurangi pemanasan global dapat berdampak besar dalam menyelamatkan gletser yang tersisa. “Setiap sepersepuluh derajat pemanasan yang bisa kita hindari akan menyelamatkan beberapa gletser dan mengurangi banyak kerusakan,” ujarnya dalam studi tersebut.
Peringatan para ilmuwan ini menjadi pengingat bahwa tindakan nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca harus segera dilakukan. Jika tidak, pencairan gletser yang semakin cepat ini akan membawa dampak serius, mulai dari kenaikan permukaan laut hingga perubahan ekosistem global yang lebih luas.(Courtesy picture:ilustrasi gletser)