Maruli Siahaan: Pengawasan Imigrasi Harus Diperketat, TPPO dan Pelanggaran Visa Harus Ditindak Tegas!
Jakarta, SOFUND.news- Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Imigrasi Wilayah Timur pada Selasa (25/2). Rapat ini membahas berbagai isu strategis terkait keimigrasian, termasuk pengawasan terhadap individu yang masuk dan keluar dari Indonesia, serta langkah-langkah pencegahan pelanggaran visa dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dalam diskusi tersebut, Kombes. Pol. (Purn.) Dr. Maruli Siahaan, S.H., M.H., menegaskan bahwa pengawasan ketat harus diterapkan untuk memastikan setiap orang yang keluar dan masuk ke Indonesia memiliki tujuan yang sah.
“Kita tidak bisa membiarkan perbatasan kita menjadi tempat yang rentan bagi penyalahgunaan visa atau kejahatan transnasional. Setiap individu yang masuk ke Indonesia harus memiliki alasan yang jelas dan sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Maruli di hadapan para peserta rapat.
Menurutnya, pengawasan keimigrasian yang lebih ketat akan membantu menekan angka pelanggaran visa, seperti penyalahgunaan izin tinggal oleh warga asing untuk kepentingan ilegal. Selain itu, tindakan hukum terhadap pelanggar aturan keimigrasian harus diperkuat.
“Kita perlu meningkatkan investigasi dan menindak tegas mereka yang melanggar aturan, termasuk penyalahgunaan visa dan keterlibatan dalam TPPO. Tidak boleh ada celah hukum yang memungkinkan pelaku kejahatan memanfaatkan kelemahan sistem kita,” tegasnya.
Pencegahan TPPO dan Penerapan Teknologi Modern
Salah satu isu utama yang disoroti dalam RDP ini adalah meningkatnya kasus TPPO yang kerap menjadikan masyarakat Indonesia, khususnya perempuan dan anak-anak, sebagai korban. Maruli menekankan bahwa pencegahan kejahatan ini harus dilakukan secara sistematis dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, serta masyarakat.
“Kasus TPPO sering kali berawal dari penipuan kerja di luar negeri. Banyak korban yang tergiur dengan tawaran pekerjaan dengan gaji tinggi, tetapi ternyata mereka dieksploitasi dan diperjualbelikan. Kita harus memastikan bahwa sistem keimigrasian kita mampu mengidentifikasi dan mencegah praktik ini sejak dini,” kata Maruli.
Untuk itu, ia menyarankan agar Indonesia mengadopsi praktik terbaik dari negara-negara maju dalam hal pengawasan keimigrasian. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah meningkatkan penerapan teknologi modern, seperti sistem biometrik di titik-titik masuk perbatasan.
“Teknologi biometrik dapat membantu kita mengidentifikasi individu dengan lebih akurat dan mencegah penggunaan identitas palsu oleh pelaku kejahatan. Negara-negara maju telah lama menerapkan ini, dan Indonesia harus mulai bergerak ke arah yang sama,” jelasnya.
Maruli juga mengusulkan agar pemerintah memperkuat kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam pertukaran data imigrasi untuk mendeteksi pergerakan orang yang dicurigai terlibat dalam kejahatan lintas negara.
Peran Desa Binaan Imigrasi dalam Edukasi Masyarakat
Selain langkah-langkah pengawasan di tingkat nasional dan internasional, Maruli menyoroti pentingnya edukasi kepada masyarakat melalui program Desa Binaan Imigrasi. Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya penipuan kerja di luar negeri serta risiko menjadi korban TPPO.
“Banyak warga kita yang berangkat ke luar negeri tanpa memahami risiko yang ada. Mereka tertipu oleh agen-agen ilegal yang menjanjikan pekerjaan dengan gaji besar, tetapi akhirnya malah dieksploitasi. Desa Binaan Imigrasi harus dimaksimalkan agar masyarakat kita lebih waspada,” ungkapnya.
Menurutnya, program ini dapat menjadi garda terdepan dalam pencegahan TPPO di tingkat desa, dengan melibatkan tokoh masyarakat, pemerintah daerah, serta aparat penegak hukum dalam memberikan sosialisasi yang komprehensif.
RDP ini menjadi momentum penting bagi pemerintah dan DPR untuk memperkuat sistem keimigrasian Indonesia agar lebih adaptif terhadap tantangan global. Pengawasan terhadap keluar-masuknya orang di Indonesia harus diperketat, investigasi terhadap pelanggaran visa dan TPPO harus diperkuat, serta penerapan teknologi modern harus segera diimplementasikan.
Selain itu, pemberdayaan masyarakat melalui Desa Binaan Imigrasi menjadi salah satu strategi yang diharapkan dapat membantu menekan angka TPPO dengan memberikan edukasi sejak dini.
“Ke depan, kita harus memastikan bahwa Indonesia memiliki sistem keimigrasian yang tidak hanya ketat dalam pengawasan, tetapi juga proaktif dalam mencegah kejahatan transnasional yang merugikan masyarakat kita,” tutup Maruli.
Rapat ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi langkah-langkah konkret dalam perbaikan kebijakan keimigrasian, demi menjaga keamanan nasional dan melindungi hak-hak warga negara Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. (Courtesy picture: Tangkapan layar Youtube TV Parlemen)
Maruli Siahaan: Pengawasan Imigrasi Harus Diperketat, TPPO dan Pelanggaran Visa Harus Ditindak Tegas!
Jakarta, SOFUND.news- Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Imigrasi Wilayah Timur pada Selasa (25/2). Rapat ini membahas berbagai isu strategis terkait keimigrasian, termasuk pengawasan terhadap individu yang masuk dan keluar dari Indonesia, serta langkah-langkah pencegahan pelanggaran visa dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dalam diskusi tersebut, Kombes. Pol. (Purn.) Dr. Maruli Siahaan, S.H., M.H., menegaskan bahwa pengawasan ketat harus diterapkan untuk memastikan setiap orang yang keluar dan masuk ke Indonesia memiliki tujuan yang sah.
“Kita tidak bisa membiarkan perbatasan kita menjadi tempat yang rentan bagi penyalahgunaan visa atau kejahatan transnasional. Setiap individu yang masuk ke Indonesia harus memiliki alasan yang jelas dan sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Maruli di hadapan para peserta rapat.
Menurutnya, pengawasan keimigrasian yang lebih ketat akan membantu menekan angka pelanggaran visa, seperti penyalahgunaan izin tinggal oleh warga asing untuk kepentingan ilegal. Selain itu, tindakan hukum terhadap pelanggar aturan keimigrasian harus diperkuat.
“Kita perlu meningkatkan investigasi dan menindak tegas mereka yang melanggar aturan, termasuk penyalahgunaan visa dan keterlibatan dalam TPPO. Tidak boleh ada celah hukum yang memungkinkan pelaku kejahatan memanfaatkan kelemahan sistem kita,” tegasnya.
Pencegahan TPPO dan Penerapan Teknologi Modern
Salah satu isu utama yang disoroti dalam RDP ini adalah meningkatnya kasus TPPO yang kerap menjadikan masyarakat Indonesia, khususnya perempuan dan anak-anak, sebagai korban. Maruli menekankan bahwa pencegahan kejahatan ini harus dilakukan secara sistematis dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, serta masyarakat.
“Kasus TPPO sering kali berawal dari penipuan kerja di luar negeri. Banyak korban yang tergiur dengan tawaran pekerjaan dengan gaji tinggi, tetapi ternyata mereka dieksploitasi dan diperjualbelikan. Kita harus memastikan bahwa sistem keimigrasian kita mampu mengidentifikasi dan mencegah praktik ini sejak dini,” kata Maruli.
Untuk itu, ia menyarankan agar Indonesia mengadopsi praktik terbaik dari negara-negara maju dalam hal pengawasan keimigrasian. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah meningkatkan penerapan teknologi modern, seperti sistem biometrik di titik-titik masuk perbatasan.
“Teknologi biometrik dapat membantu kita mengidentifikasi individu dengan lebih akurat dan mencegah penggunaan identitas palsu oleh pelaku kejahatan. Negara-negara maju telah lama menerapkan ini, dan Indonesia harus mulai bergerak ke arah yang sama,” jelasnya.
Maruli juga mengusulkan agar pemerintah memperkuat kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam pertukaran data imigrasi untuk mendeteksi pergerakan orang yang dicurigai terlibat dalam kejahatan lintas negara.
Peran Desa Binaan Imigrasi dalam Edukasi Masyarakat
Selain langkah-langkah pengawasan di tingkat nasional dan internasional, Maruli menyoroti pentingnya edukasi kepada masyarakat melalui program Desa Binaan Imigrasi. Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya penipuan kerja di luar negeri serta risiko menjadi korban TPPO.
“Banyak warga kita yang berangkat ke luar negeri tanpa memahami risiko yang ada. Mereka tertipu oleh agen-agen ilegal yang menjanjikan pekerjaan dengan gaji besar, tetapi akhirnya malah dieksploitasi. Desa Binaan Imigrasi harus dimaksimalkan agar masyarakat kita lebih waspada,” ungkapnya.
Menurutnya, program ini dapat menjadi garda terdepan dalam pencegahan TPPO di tingkat desa, dengan melibatkan tokoh masyarakat, pemerintah daerah, serta aparat penegak hukum dalam memberikan sosialisasi yang komprehensif.
RDP ini menjadi momentum penting bagi pemerintah dan DPR untuk memperkuat sistem keimigrasian Indonesia agar lebih adaptif terhadap tantangan global. Pengawasan terhadap keluar-masuknya orang di Indonesia harus diperketat, investigasi terhadap pelanggaran visa dan TPPO harus diperkuat, serta penerapan teknologi modern harus segera diimplementasikan.
Selain itu, pemberdayaan masyarakat melalui Desa Binaan Imigrasi menjadi salah satu strategi yang diharapkan dapat membantu menekan angka TPPO dengan memberikan edukasi sejak dini.
“Ke depan, kita harus memastikan bahwa Indonesia memiliki sistem keimigrasian yang tidak hanya ketat dalam pengawasan, tetapi juga proaktif dalam mencegah kejahatan transnasional yang merugikan masyarakat kita,” tutup Maruli.
Rapat ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi langkah-langkah konkret dalam perbaikan kebijakan keimigrasian, demi menjaga keamanan nasional dan melindungi hak-hak warga negara Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri. (Courtesy picture: Tangkapan layar Youtube TV Parlemen)