Puasa bagi Pengidap Diabetes: Panduan Aman untuk Menjaga Kesehatan

Last Updated: March 4, 2025By Tags: , ,

Jakarta, Sofund.news – Menjalankan ibadah puasa bagi pengidap diabetes memerlukan perhatian khusus agar tidak menimbulkan komplikasi kesehatan yang berbahaya. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu diambil agar dapat menjalankan puasa dengan aman tanpa mengorbankan kesejahteraan tubuh.

Federasi Diabetes Internasional (IDF) bersama Diabetes and Ramadan (DAR) International Alliance telah merancang panduan praktis guna meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai hubungan antara diabetes dan puasa. Berdasarkan penelitian, rata-rata pengidap diabetes tetap menjalankan puasa sekitar 15 hari selama bulan Ramadan. Namun, perubahan pola makan serta ritme tidur selama periode ini dapat memengaruhi homeostasis tubuh serta sistem endokrin yang mengatur keseimbangan hormon dan metabolisme.

Bagi individu dengan diabetes tipe 1 maupun tipe 2, berpuasa dapat menyebabkan tubuh memecah cadangan glikogen menjadi glukosa sebagai sumber energi. Selain itu, tubuh juga akan mulai menggunakan cadangan lemak untuk menghasilkan energi, yang mengakibatkan peningkatan kadar keton. Pada pengidap diabetes tipe 1, pemecahan lemak yang berlebihan dapat menghasilkan keton dalam jumlah tinggi, yang berisiko menyebabkan kondisi berbahaya seperti hipoglikemia (gula darah rendah), hiperglikemia (gula darah tinggi), serta ketoasidosis yang bisa berakibat fatal.

Oleh karena itu, persiapan yang matang dan konsultasi dengan dokter sangat dianjurkan sebelum memutuskan untuk berpuasa. IDF dan DAR International Alliance mengklasifikasikan pengidap diabetes ke dalam tiga kategori berdasarkan tingkat risikonya saat berpuasa:

  1. Risiko sangat tinggi
    Kelompok ini mencakup mereka yang mengalami hipoglikemia berat, ketoasidosis diabetik yang tidak dapat dijelaskan, serta kondisi hiperglikemik hiperosmolar yang memerlukan perawatan di rumah sakit dalam tiga bulan terakhir sebelum Ramadan. Pasien dengan riwayat hipoglikemia berulang, penyakit penyerta serius, serta ibu hamil dengan diabetes juga termasuk dalam kategori ini. Pengidap diabetes dengan risiko sangat tinggi tidak dianjurkan untuk berpuasa. Namun, jika tetap ingin menjalankannya, mereka wajib berkonsultasi dengan dokter spesialis endokrin serta bersedia membatalkan puasa jika kondisi tubuh mengharuskannya.

  2. Risiko tinggi
    Kategori ini mencakup individu dengan diabetes tipe 1 atau diabetes melitus yang mengandalkan terapi insulin, tetapi dalam kondisi yang relatif stabil. Mereka dapat menjalankan puasa dengan pengawasan medis ketat untuk menghindari lonjakan atau penurunan kadar gula darah yang membahayakan.

  3. Risiko ringan hingga menengah
    Pasien dalam kelompok ini adalah mereka yang memiliki kadar gula darah terkontrol dengan menerapkan gaya hidup sehat atau menggunakan obat-obatan oral. Meskipun mereka dapat menjalankan puasa, konsultasi dengan dokter tetap diperlukan sebelum memutuskan untuk berpuasa guna memastikan bahwa kondisi mereka tetap aman.

Bagi pengidap diabetes yang memilih untuk berpuasa, penting untuk memahami tanda-tanda bahaya yang mengharuskan mereka segera membatalkan puasa. Gejala seperti kadar gula darah yang terlalu rendah atau tinggi, aktivitas fisik yang berlebihan, kondisi emosional yang tidak stabil, serta tidak adanya pendamping yang dapat membantu dalam keadaan darurat adalah alasan kuat untuk segera menghentikan puasa guna menghindari komplikasi kesehatan yang lebih serius.

Dengan persiapan yang tepat serta konsultasi dengan tenaga medis, pengidap diabetes tetap dapat menjalankan ibadah puasa dengan aman tanpa membahayakan kondisi tubuh mereka.(Courtesy picture:ilustrasi gambar kesehatan)

Puasa bagi Pengidap Diabetes: Panduan Aman untuk Menjaga Kesehatan

Last Updated: March 4, 2025By Tags: , ,

Jakarta, Sofund.news – Menjalankan ibadah puasa bagi pengidap diabetes memerlukan perhatian khusus agar tidak menimbulkan komplikasi kesehatan yang berbahaya. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu diambil agar dapat menjalankan puasa dengan aman tanpa mengorbankan kesejahteraan tubuh.

Federasi Diabetes Internasional (IDF) bersama Diabetes and Ramadan (DAR) International Alliance telah merancang panduan praktis guna meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai hubungan antara diabetes dan puasa. Berdasarkan penelitian, rata-rata pengidap diabetes tetap menjalankan puasa sekitar 15 hari selama bulan Ramadan. Namun, perubahan pola makan serta ritme tidur selama periode ini dapat memengaruhi homeostasis tubuh serta sistem endokrin yang mengatur keseimbangan hormon dan metabolisme.

Bagi individu dengan diabetes tipe 1 maupun tipe 2, berpuasa dapat menyebabkan tubuh memecah cadangan glikogen menjadi glukosa sebagai sumber energi. Selain itu, tubuh juga akan mulai menggunakan cadangan lemak untuk menghasilkan energi, yang mengakibatkan peningkatan kadar keton. Pada pengidap diabetes tipe 1, pemecahan lemak yang berlebihan dapat menghasilkan keton dalam jumlah tinggi, yang berisiko menyebabkan kondisi berbahaya seperti hipoglikemia (gula darah rendah), hiperglikemia (gula darah tinggi), serta ketoasidosis yang bisa berakibat fatal.

Oleh karena itu, persiapan yang matang dan konsultasi dengan dokter sangat dianjurkan sebelum memutuskan untuk berpuasa. IDF dan DAR International Alliance mengklasifikasikan pengidap diabetes ke dalam tiga kategori berdasarkan tingkat risikonya saat berpuasa:

  1. Risiko sangat tinggi
    Kelompok ini mencakup mereka yang mengalami hipoglikemia berat, ketoasidosis diabetik yang tidak dapat dijelaskan, serta kondisi hiperglikemik hiperosmolar yang memerlukan perawatan di rumah sakit dalam tiga bulan terakhir sebelum Ramadan. Pasien dengan riwayat hipoglikemia berulang, penyakit penyerta serius, serta ibu hamil dengan diabetes juga termasuk dalam kategori ini. Pengidap diabetes dengan risiko sangat tinggi tidak dianjurkan untuk berpuasa. Namun, jika tetap ingin menjalankannya, mereka wajib berkonsultasi dengan dokter spesialis endokrin serta bersedia membatalkan puasa jika kondisi tubuh mengharuskannya.

  2. Risiko tinggi
    Kategori ini mencakup individu dengan diabetes tipe 1 atau diabetes melitus yang mengandalkan terapi insulin, tetapi dalam kondisi yang relatif stabil. Mereka dapat menjalankan puasa dengan pengawasan medis ketat untuk menghindari lonjakan atau penurunan kadar gula darah yang membahayakan.

  3. Risiko ringan hingga menengah
    Pasien dalam kelompok ini adalah mereka yang memiliki kadar gula darah terkontrol dengan menerapkan gaya hidup sehat atau menggunakan obat-obatan oral. Meskipun mereka dapat menjalankan puasa, konsultasi dengan dokter tetap diperlukan sebelum memutuskan untuk berpuasa guna memastikan bahwa kondisi mereka tetap aman.

Bagi pengidap diabetes yang memilih untuk berpuasa, penting untuk memahami tanda-tanda bahaya yang mengharuskan mereka segera membatalkan puasa. Gejala seperti kadar gula darah yang terlalu rendah atau tinggi, aktivitas fisik yang berlebihan, kondisi emosional yang tidak stabil, serta tidak adanya pendamping yang dapat membantu dalam keadaan darurat adalah alasan kuat untuk segera menghentikan puasa guna menghindari komplikasi kesehatan yang lebih serius.

Dengan persiapan yang tepat serta konsultasi dengan tenaga medis, pengidap diabetes tetap dapat menjalankan ibadah puasa dengan aman tanpa membahayakan kondisi tubuh mereka.(Courtesy picture:ilustrasi gambar kesehatan)