Rupiah Melemah Tipis di Awal Perdagangan, Namun Berpotensi Menguat Imbas Data Inflasi AS yang Melambat
Jakarta, Sofund.news – Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis pada perdagangan Kamis (13/3/2025) pagi, berada di posisi Rp16.455 per dolar AS, turun 3 poin atau minus 0,22 persen dibandingkan penutupan sebelumnya. Meski demikian, pengamat pasar keuangan memprediksi rupiah berpotensi menguat seiring dengan melemahnya dolar AS akibat data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari perkiraan.
Lukman Leong, pengamat pasar keuangan, menyatakan bahwa meskipun rupiah melemah di awal perdagangan, ada potensi penguatan karena dolar AS tertekan oleh data inflasi yang lebih lemah dari ekspektasi. “Namun, penguatan rupiah akan terbatas oleh kekhawatiran perang dagang dan kondisi ekonomi domestik yang masih lemah,” ujarnya. Lukman memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp16.400 hingga Rp16.500 per dolar AS sepanjang hari ini.
Di pasar valuta asing (valas) Asia, pergerakan mata uang bervariasi. Baht Thailand menguat 0,03 persen, sementara won Korea Selatan naik 0,10 persen. Di sisi lain, yen Jepang dan ringgit Malaysia masing-masing melemah 0,02 persen dan 0,12 persen. Sementara itu, mata uang utama negara maju juga menunjukkan pergerakan beragam. Poundsterling Inggris turun 0,01 persen, sedangkan dolar Australia dan dolar Kanada masing-masing menguat 0,09 persen dan 0,03 persen.
Inflasi AS Melambat, Dolar AS Tertekan
Data inflasi AS yang dirilis pada Februari 2025 menunjukkan perlambatan, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) naik 2,8 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih rendah dari 3,0 persen pada bulan sebelumnya. Menurut Ariston Tjendra, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, data ini meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed (bank sentral AS) akan memotong suku bunga acuan. “Tingkat inflasi yang lebih rendah ini membuka peluang bagi pemangkasan suku bunga acuan AS, dan ekspektasi tersebut dapat memberikan tekanan pada dolar AS,” jelas Ariston.
Melambatnya inflasi AS telah diprediksi sebelumnya, dan hal ini menjadi faktor pendorong potensi penguatan rupiah. Namun, Ariston mengingatkan bahwa pasar masih mewaspadai potensi perang dagang, terutama setelah Presiden AS Donald Trump kembali mengancam akan menaikkan tarif terhadap negara-negara lain, khususnya negara-negara Eropa. “Saat ini ancaman tarif tersebut ditujukan ke negara-negara Eropa,” ujarnya.
Proyeksi Pergerakan Rupiah
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Ariston memprediksi rupiah berpotensi menguat menuju kisaran Rp16.400 per dolar AS, dengan level resisten di sekitar Rp16.480 per dolar AS. Meskipun demikian, kondisi ekonomi global yang masih dipengaruhi oleh ketidakpastian perang dagang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara dapat membatasi penguatan rupiah.
Secara keseluruhan, meskipun rupiah melemah di awal perdagangan, prospek penguatan masih terbuka seiring dengan melemahnya dolar AS akibat data inflasi yang melambat. Namun, pasar tetap perlu mewaspadai berbagai risiko eksternal, seperti eskalasi perang dagang dan ketidakstabilan ekonomi global, yang dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah ke depan.
Dengan demikian, investor dan pelaku pasar diharapkan tetap waspada dan memantau perkembangan terkini, baik dari dalam negeri maupun global, untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi volatilitas pasar valas.(Courtesy picture:Ilustrasi Rupiah)
Rupiah Melemah Tipis di Awal Perdagangan, Namun Berpotensi Menguat Imbas Data Inflasi AS yang Melambat
Jakarta, Sofund.news – Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis pada perdagangan Kamis (13/3/2025) pagi, berada di posisi Rp16.455 per dolar AS, turun 3 poin atau minus 0,22 persen dibandingkan penutupan sebelumnya. Meski demikian, pengamat pasar keuangan memprediksi rupiah berpotensi menguat seiring dengan melemahnya dolar AS akibat data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari perkiraan.
Lukman Leong, pengamat pasar keuangan, menyatakan bahwa meskipun rupiah melemah di awal perdagangan, ada potensi penguatan karena dolar AS tertekan oleh data inflasi yang lebih lemah dari ekspektasi. “Namun, penguatan rupiah akan terbatas oleh kekhawatiran perang dagang dan kondisi ekonomi domestik yang masih lemah,” ujarnya. Lukman memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp16.400 hingga Rp16.500 per dolar AS sepanjang hari ini.
Di pasar valuta asing (valas) Asia, pergerakan mata uang bervariasi. Baht Thailand menguat 0,03 persen, sementara won Korea Selatan naik 0,10 persen. Di sisi lain, yen Jepang dan ringgit Malaysia masing-masing melemah 0,02 persen dan 0,12 persen. Sementara itu, mata uang utama negara maju juga menunjukkan pergerakan beragam. Poundsterling Inggris turun 0,01 persen, sedangkan dolar Australia dan dolar Kanada masing-masing menguat 0,09 persen dan 0,03 persen.
Inflasi AS Melambat, Dolar AS Tertekan
Data inflasi AS yang dirilis pada Februari 2025 menunjukkan perlambatan, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) naik 2,8 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih rendah dari 3,0 persen pada bulan sebelumnya. Menurut Ariston Tjendra, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, data ini meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed (bank sentral AS) akan memotong suku bunga acuan. “Tingkat inflasi yang lebih rendah ini membuka peluang bagi pemangkasan suku bunga acuan AS, dan ekspektasi tersebut dapat memberikan tekanan pada dolar AS,” jelas Ariston.
Melambatnya inflasi AS telah diprediksi sebelumnya, dan hal ini menjadi faktor pendorong potensi penguatan rupiah. Namun, Ariston mengingatkan bahwa pasar masih mewaspadai potensi perang dagang, terutama setelah Presiden AS Donald Trump kembali mengancam akan menaikkan tarif terhadap negara-negara lain, khususnya negara-negara Eropa. “Saat ini ancaman tarif tersebut ditujukan ke negara-negara Eropa,” ujarnya.
Proyeksi Pergerakan Rupiah
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Ariston memprediksi rupiah berpotensi menguat menuju kisaran Rp16.400 per dolar AS, dengan level resisten di sekitar Rp16.480 per dolar AS. Meskipun demikian, kondisi ekonomi global yang masih dipengaruhi oleh ketidakpastian perang dagang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara dapat membatasi penguatan rupiah.
Secara keseluruhan, meskipun rupiah melemah di awal perdagangan, prospek penguatan masih terbuka seiring dengan melemahnya dolar AS akibat data inflasi yang melambat. Namun, pasar tetap perlu mewaspadai berbagai risiko eksternal, seperti eskalasi perang dagang dan ketidakstabilan ekonomi global, yang dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah ke depan.
Dengan demikian, investor dan pelaku pasar diharapkan tetap waspada dan memantau perkembangan terkini, baik dari dalam negeri maupun global, untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi volatilitas pasar valas.(Courtesy picture:Ilustrasi Rupiah)