Kisah Pendaki China yang Dua Kali Terjebak di Gunung Fuji Demi Mencari Ponsel yang Tertinggal
Jakarta, Sofund.news – Seorang pendaki asal China nekat melakukan pendakian kedua ke Gunung Fuji hanya untuk mencari ponselnya yang tertinggal saat ia dievakuasi dalam pendakian pertamanya. Namun, upayanya justru berakhir mirip dengan sebelumnya: ia kembali terjebak cuaca ekstrem dan harus diselamatkan.
Kejadian bermula ketika pria tersebut pertama kali mendaki Gunung Fuji pada Selasa, 22 April 2025. Saat itu, ia memilih mendaki di luar musim resmi pendakian, di mana kondisi cuaca seringkali tidak bersahabat. Akibatnya, ia mengalami kesulitan dan harus dievakuasi menggunakan helikopter. Namun, dalam proses penyelamatan itu, tanpa disadarinya, ponselnya tertinggal di gunung.
Tiga hari setelah diselamatkan, pria itu memutuskan kembali ke Gunung Fuji untuk mencari ponselnya. Sayangnya, nasib buruk kembali menimpanya. Pada Sabtu, 26 April 2025, ia ditemukan oleh pendaki lain dalam kondisi lemah di ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut. Diduga, ia mengalami penyakit ketinggian (altitude sickness) akibat cuaca dingin dan tekanan udara yang rendah. Tim penyelamat segera membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Menurut keterangan polisi setempat yang dikutip pada Senin, 28 April 2025, pria ini adalah orang yang sama yang sebelumnya telah diselamatkan empat hari lalu. Media lokal Jepang, termasuk stasiun televisi TBS, melaporkan bahwa motivasi pendakian keduanya adalah untuk mengambil ponsel yang tertinggal saat evakuasi pertama. Hingga berita ini ditulis, belum diketahui apakah ia berhasil menemukan ponselnya sebelum kembali terjebak cuaca buruk.
Gunung Fuji, dengan ketinggian 3.776 meter, merupakan gunung tertinggi sekaligus gunung berapi aktif di Jepang. Sebagian besar tubuh gunung ini tertutup salju di luar musim panas, membuat pendakian di luar periode resmi sangat berisiko.
Pemerintah Jepang secara ketat membuka pendakian Gunung Fuji hanya dari awal Juli hingga awal September setiap tahunnya. Pada periode ini, cuaca relatif stabil, dan ribuan pendaki memadati gunung untuk menyaksikan matahari terbit dari puncaknya. Namun, di luar musim tersebut, angin kencang, suhu beku, dan risiko longsor salju membuat pendakian sangat berbahaya.
Untuk mengatasi kepadatan pendaki, sejak tahun lalu, pemerintah setempat memberlakukan biaya masuk sebesar 2.000 yen (sekitar Rp 235.000) di jalur Yoshida, jalur paling populer. Mulai musim panas 2025, seluruh pendaki yang melalui empat jalur utama akan dikenai tarif baru sebesar 4.000 yen (sekitar Rp 469.000). Kebijakan ini bertujuan mengendalikan jumlah pengunjung sekaligus mendanai pemeliharaan lingkungan gunung.
Peringatan Keras bagi Pendaki yang Melanggar Aturan
Kasus pendaki China ini menjadi pengingat betapa berbahayanya mendaki Gunung Fuji di luar musim resmi. Pihak berwenang Jepang telah berulang kali mengingatkan bahwa pendakian di luar periode yang ditentukan sangat tidak disarankan. Selain risiko hipotermia dan penyakit ketinggian, pendaki juga bisa tersesat karena kabut tebal atau jalur yang tertutup salju.
Meski demikian, masih ada sejumlah pendaki nekat yang mencoba menantang bahaya, baik untuk alasan petualangan maupun alasan pribadi—seperti kasus pencarian ponsel dalam kisah ini. Para penyelamat gunung pun kerap kali harus mengambil risiko besar untuk mengevakuasi pendaki yang terjebak.
Kisah ini memicu perdebatan di media sosial Jepang. Sebagian netizen menganggap tindakan pria tersebut terlalu nekat, sementara yang lain memujinya karena tekadnya yang kuat. Namun, para ahli keselamatan gunung menegaskan bahwa nyawa lebih berharga daripada barang yang tertinggal.
“Jika Anda kehilangan barang di gunung, sebaiknya laporkan ke pihak berwajib atau hubungi tim penyelamat, bukan mengambil risiko dengan mendaki sendiri di kondisi berbahaya,” kata seorang petugas pemandu gunung di Prefektur Yamanashi.
Hingga saat ini, kondisi pria tersebut masih dalam pemantauan medis. Sementara itu, pihak berwenang kembali mengingatkan semua calon pendaki untuk mematuhi peraturan dan tidak meremehkan kekuatan alam. (Courtsey Picture : Ilustrasi Penulis)
Kisah Pendaki China yang Dua Kali Terjebak di Gunung Fuji Demi Mencari Ponsel yang Tertinggal
Jakarta, Sofund.news – Seorang pendaki asal China nekat melakukan pendakian kedua ke Gunung Fuji hanya untuk mencari ponselnya yang tertinggal saat ia dievakuasi dalam pendakian pertamanya. Namun, upayanya justru berakhir mirip dengan sebelumnya: ia kembali terjebak cuaca ekstrem dan harus diselamatkan.
Kejadian bermula ketika pria tersebut pertama kali mendaki Gunung Fuji pada Selasa, 22 April 2025. Saat itu, ia memilih mendaki di luar musim resmi pendakian, di mana kondisi cuaca seringkali tidak bersahabat. Akibatnya, ia mengalami kesulitan dan harus dievakuasi menggunakan helikopter. Namun, dalam proses penyelamatan itu, tanpa disadarinya, ponselnya tertinggal di gunung.
Tiga hari setelah diselamatkan, pria itu memutuskan kembali ke Gunung Fuji untuk mencari ponselnya. Sayangnya, nasib buruk kembali menimpanya. Pada Sabtu, 26 April 2025, ia ditemukan oleh pendaki lain dalam kondisi lemah di ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut. Diduga, ia mengalami penyakit ketinggian (altitude sickness) akibat cuaca dingin dan tekanan udara yang rendah. Tim penyelamat segera membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Menurut keterangan polisi setempat yang dikutip pada Senin, 28 April 2025, pria ini adalah orang yang sama yang sebelumnya telah diselamatkan empat hari lalu. Media lokal Jepang, termasuk stasiun televisi TBS, melaporkan bahwa motivasi pendakian keduanya adalah untuk mengambil ponsel yang tertinggal saat evakuasi pertama. Hingga berita ini ditulis, belum diketahui apakah ia berhasil menemukan ponselnya sebelum kembali terjebak cuaca buruk.
Gunung Fuji, dengan ketinggian 3.776 meter, merupakan gunung tertinggi sekaligus gunung berapi aktif di Jepang. Sebagian besar tubuh gunung ini tertutup salju di luar musim panas, membuat pendakian di luar periode resmi sangat berisiko.
Pemerintah Jepang secara ketat membuka pendakian Gunung Fuji hanya dari awal Juli hingga awal September setiap tahunnya. Pada periode ini, cuaca relatif stabil, dan ribuan pendaki memadati gunung untuk menyaksikan matahari terbit dari puncaknya. Namun, di luar musim tersebut, angin kencang, suhu beku, dan risiko longsor salju membuat pendakian sangat berbahaya.
Untuk mengatasi kepadatan pendaki, sejak tahun lalu, pemerintah setempat memberlakukan biaya masuk sebesar 2.000 yen (sekitar Rp 235.000) di jalur Yoshida, jalur paling populer. Mulai musim panas 2025, seluruh pendaki yang melalui empat jalur utama akan dikenai tarif baru sebesar 4.000 yen (sekitar Rp 469.000). Kebijakan ini bertujuan mengendalikan jumlah pengunjung sekaligus mendanai pemeliharaan lingkungan gunung.
Peringatan Keras bagi Pendaki yang Melanggar Aturan
Kasus pendaki China ini menjadi pengingat betapa berbahayanya mendaki Gunung Fuji di luar musim resmi. Pihak berwenang Jepang telah berulang kali mengingatkan bahwa pendakian di luar periode yang ditentukan sangat tidak disarankan. Selain risiko hipotermia dan penyakit ketinggian, pendaki juga bisa tersesat karena kabut tebal atau jalur yang tertutup salju.
Meski demikian, masih ada sejumlah pendaki nekat yang mencoba menantang bahaya, baik untuk alasan petualangan maupun alasan pribadi—seperti kasus pencarian ponsel dalam kisah ini. Para penyelamat gunung pun kerap kali harus mengambil risiko besar untuk mengevakuasi pendaki yang terjebak.
Kisah ini memicu perdebatan di media sosial Jepang. Sebagian netizen menganggap tindakan pria tersebut terlalu nekat, sementara yang lain memujinya karena tekadnya yang kuat. Namun, para ahli keselamatan gunung menegaskan bahwa nyawa lebih berharga daripada barang yang tertinggal.
“Jika Anda kehilangan barang di gunung, sebaiknya laporkan ke pihak berwajib atau hubungi tim penyelamat, bukan mengambil risiko dengan mendaki sendiri di kondisi berbahaya,” kata seorang petugas pemandu gunung di Prefektur Yamanashi.
Hingga saat ini, kondisi pria tersebut masih dalam pemantauan medis. Sementara itu, pihak berwenang kembali mengingatkan semua calon pendaki untuk mematuhi peraturan dan tidak meremehkan kekuatan alam. (Courtsey Picture : Ilustrasi Penulis)