Papua Lestari: Kapal Penelitian untuk Menjaga Napas Alam Papua
Jakarta, Sofund.news – Di ujung timur Indonesia, di wilayah yang masih menyimpan hamparan hutan hujan tropis, rawa-rawa, dan sungai-sungai besar yang belum terjamah banyak tangan manusia, lahirlah sebuah inisiatif baru yang menjanjikan harapan bagi kelestarian alam dan masa depan ilmu pengetahuan. Inisiatif itu berasal dari Tunas Sawa Erma (TSE) Group, sebuah perusahaan sawit nasional yang memiliki komitmen mendalam terhadap konservasi dan keseimbangan ekosistem di wilayah operasionalnya, khususnya di Provinsi Papua Selatan. Dalam sebuah langkah bersejarah dan ambisius, TSE Group memulai pembangunan sebuah kapal penelitian bernama “Papua Lestari”, sebuah kapal yang bukan hanya ditujukan untuk menjelajahi sungai-sungai luas Papua, melainkan juga untuk menyelami kehidupan liar di dalamnya—terutama spesies yang kini kian terancam punah, seperti kura-kura moncong babi.
Kapal ini tidak sekadar kapal biasa. Ia dibangun bukan hanya untuk menjadi sarana pengangkut peneliti dari satu titik ke titik lainnya, melainkan sebuah laboratorium terapung yang mampu menjawab berbagai pertanyaan tentang ekosistem air tawar yang sangat kompleks dan penuh misteri. “Papua Lestari” dirancang secara khusus untuk menjadi rumah bagi penelitian, tempat di mana ilmuwan, konservasionis, dan pencinta lingkungan bisa bekerja sama dalam merancang masa depan yang lebih baik untuk flora dan fauna Papua. Dalam sejarah panjang eksplorasi ilmu pengetahuan, kapal ini mengambil inspirasi dari HMS Endeavor, kapal penelitian legendaris yang mengarungi Samudra Pasifik pada abad ke-18 dalam misi besar untuk memecahkan teka-teki benua selatan yang kala itu masih menjadi misteri: Terra Australis Incognita.
Sejarah mencatat bahwa HMS Endeavor bukan sekadar alat transportasi. Ia adalah simbol penjelajahan ilmiah, keberanian, dan semangat untuk mencari kebenaran di tengah ketidaktahuan. Kapal itu membawa misi bukan untuk menaklukkan, melainkan untuk memahami, untuk menjelajah, dan untuk menemukan dunia baru bukan dalam artian kolonial, tetapi dalam artian ilmiah. Semangat itulah yang kini coba dihidupkan kembali oleh TSE Group melalui “Papua Lestari”. Kapal ini dibangun dalam semangat serupa: bukan untuk eksploitasi, tetapi untuk eksplorasi; bukan untuk menguras, tetapi untuk menjaga; bukan untuk mengambil, tetapi untuk mempelajari.
Program Papua Conservation yang mendasari pembangunan kapal ini merupakan hasil kolaborasi antara TSE Group dan Institut Pertanian Bogor (IPB) University yang dimulai sejak tahun 2022. Tujuan dari program ini sangat jelas dan mendalam: melindungi hak hidup makhluk hidup terutama hewan-hewan endemik Papua dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian. Di dalam narasi pembangunan yang terus berkembang, TSE Group menyadari bahwa pembangunan berkelanjutan tak bisa hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi. Ia harus berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Dan karena itulah, melalui “Papua Lestari”, perusahaan ini ingin menunjukkan kepada dunia bahwa industri dan konservasi tidak harus berjalan berseberangan.
Kura-kura moncong babi, atau Carettochelys insculpta, menjadi fokus utama penelitian awal kapal ini. Hewan ini tidak hanya unik karena moncongnya yang menyerupai babi, tetapi juga karena statusnya sebagai satwa endemik yang hanya bisa ditemukan di Papua dan beberapa bagian Australia. Sayangnya, keberadaan kura-kura ini semakin terancam akibat perburuan, perdagangan ilegal, serta kerusakan habitat. Penelitian terhadap kura-kura ini penting bukan hanya untuk menyelamatkan satu spesies, tetapi juga untuk memahami kesehatan keseluruhan ekosistem air tawar tempat mereka hidup. Melalui pemahaman ini, para peneliti berharap dapat memberikan rekomendasi yang tepat dalam kebijakan pelestarian.
Kapal “Papua Lestari” dirancang untuk menampung lima orang di dalamnya. Meskipun kapasitasnya relatif kecil, kapal ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung seperti ruang penyimpanan perlengkapan riset, tempat tidur, dapur mini, serta alat komunikasi dan navigasi modern. Fasilitas tersebut memungkinkan para peneliti untuk tinggal di atas kapal selama beberapa hari tanpa harus kembali ke daratan, sehingga mereka dapat memantau dan mengamati satwa secara lebih mendalam dan kontinu. Di dalam kapal ini, para peneliti dapat mengumpulkan data, melakukan pengamatan visual, merekam suara alam, dan bahkan menyimpan spesimen sementara untuk dianalisis lebih lanjut.
Direktur TSE Group, Luwy Leunufna, dalam pernyataannya pada 29 April 2025 menjelaskan bahwa pembangunan kapal ini merupakan wujud konkret dari komitmen TSE Group dalam mendukung penelitian ilmiah. Baginya, kapal ini bukan hanya sekadar fasilitas tambahan, melainkan simbol kuat tentang pentingnya kesadaran lingkungan. Dalam konteks ini, “Papua Lestari” dimaknai sebagai kendaraan fisik dan juga kendaraan nilai. Ia membawa pesan kepada masyarakat bahwa pelestarian alam adalah tanggung jawab bersama. Kapal ini tidak hanya mengarungi sungai-sungai Papua, tetapi juga mengarungi kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya melindungi bumi.
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan kapal ini tak berhenti pada kura-kura moncong babi. Program Papua Conservation juga meluas pada pelestarian spesies endemik lainnya seperti burung cenderawasih kuning besar yang banyak ditemukan di wilayah Merauke dan Boven Digoel. Burung ini tak hanya menjadi ikon Papua, tetapi juga simbol keindahan dan keragaman hayati yang tidak bisa ditemukan di belahan dunia lainnya. Penelitian terhadap burung ini mencakup pelacakan pola migrasi, perilaku berkembang biak, hingga perubahan habitat akibat aktivitas manusia. Semua data yang dikumpulkan akan digunakan untuk mendesain strategi pelestarian yang menyeluruh.
Dengan visi seperti ini, “Papua Lestari” menjadi lebih dari sekadar kapal. Ia menjadi lambang pengabdian ilmu pengetahuan, semangat kolaborasi antara sektor swasta dan akademisi, serta komitmen untuk menjaga warisan alam Papua. Harapan terbesar dari inisiatif ini adalah terbangunnya budaya ilmiah dan konservasi yang kuat di tengah masyarakat Papua. Edukasi kepada masyarakat sekitar juga akan menjadi bagian penting dari program ini. Melalui dialog, pelatihan, dan kampanye penyadaran, masyarakat lokal diajak untuk ikut menjadi bagian dari solusi, bukan korban dari perubahan. (Courtsey Picture : Dok. TSE Group)
Papua Lestari: Kapal Penelitian untuk Menjaga Napas Alam Papua
Jakarta, Sofund.news – Di ujung timur Indonesia, di wilayah yang masih menyimpan hamparan hutan hujan tropis, rawa-rawa, dan sungai-sungai besar yang belum terjamah banyak tangan manusia, lahirlah sebuah inisiatif baru yang menjanjikan harapan bagi kelestarian alam dan masa depan ilmu pengetahuan. Inisiatif itu berasal dari Tunas Sawa Erma (TSE) Group, sebuah perusahaan sawit nasional yang memiliki komitmen mendalam terhadap konservasi dan keseimbangan ekosistem di wilayah operasionalnya, khususnya di Provinsi Papua Selatan. Dalam sebuah langkah bersejarah dan ambisius, TSE Group memulai pembangunan sebuah kapal penelitian bernama “Papua Lestari”, sebuah kapal yang bukan hanya ditujukan untuk menjelajahi sungai-sungai luas Papua, melainkan juga untuk menyelami kehidupan liar di dalamnya—terutama spesies yang kini kian terancam punah, seperti kura-kura moncong babi.
Kapal ini tidak sekadar kapal biasa. Ia dibangun bukan hanya untuk menjadi sarana pengangkut peneliti dari satu titik ke titik lainnya, melainkan sebuah laboratorium terapung yang mampu menjawab berbagai pertanyaan tentang ekosistem air tawar yang sangat kompleks dan penuh misteri. “Papua Lestari” dirancang secara khusus untuk menjadi rumah bagi penelitian, tempat di mana ilmuwan, konservasionis, dan pencinta lingkungan bisa bekerja sama dalam merancang masa depan yang lebih baik untuk flora dan fauna Papua. Dalam sejarah panjang eksplorasi ilmu pengetahuan, kapal ini mengambil inspirasi dari HMS Endeavor, kapal penelitian legendaris yang mengarungi Samudra Pasifik pada abad ke-18 dalam misi besar untuk memecahkan teka-teki benua selatan yang kala itu masih menjadi misteri: Terra Australis Incognita.
Sejarah mencatat bahwa HMS Endeavor bukan sekadar alat transportasi. Ia adalah simbol penjelajahan ilmiah, keberanian, dan semangat untuk mencari kebenaran di tengah ketidaktahuan. Kapal itu membawa misi bukan untuk menaklukkan, melainkan untuk memahami, untuk menjelajah, dan untuk menemukan dunia baru bukan dalam artian kolonial, tetapi dalam artian ilmiah. Semangat itulah yang kini coba dihidupkan kembali oleh TSE Group melalui “Papua Lestari”. Kapal ini dibangun dalam semangat serupa: bukan untuk eksploitasi, tetapi untuk eksplorasi; bukan untuk menguras, tetapi untuk menjaga; bukan untuk mengambil, tetapi untuk mempelajari.
Program Papua Conservation yang mendasari pembangunan kapal ini merupakan hasil kolaborasi antara TSE Group dan Institut Pertanian Bogor (IPB) University yang dimulai sejak tahun 2022. Tujuan dari program ini sangat jelas dan mendalam: melindungi hak hidup makhluk hidup terutama hewan-hewan endemik Papua dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian. Di dalam narasi pembangunan yang terus berkembang, TSE Group menyadari bahwa pembangunan berkelanjutan tak bisa hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi. Ia harus berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Dan karena itulah, melalui “Papua Lestari”, perusahaan ini ingin menunjukkan kepada dunia bahwa industri dan konservasi tidak harus berjalan berseberangan.
Kura-kura moncong babi, atau Carettochelys insculpta, menjadi fokus utama penelitian awal kapal ini. Hewan ini tidak hanya unik karena moncongnya yang menyerupai babi, tetapi juga karena statusnya sebagai satwa endemik yang hanya bisa ditemukan di Papua dan beberapa bagian Australia. Sayangnya, keberadaan kura-kura ini semakin terancam akibat perburuan, perdagangan ilegal, serta kerusakan habitat. Penelitian terhadap kura-kura ini penting bukan hanya untuk menyelamatkan satu spesies, tetapi juga untuk memahami kesehatan keseluruhan ekosistem air tawar tempat mereka hidup. Melalui pemahaman ini, para peneliti berharap dapat memberikan rekomendasi yang tepat dalam kebijakan pelestarian.
Kapal “Papua Lestari” dirancang untuk menampung lima orang di dalamnya. Meskipun kapasitasnya relatif kecil, kapal ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung seperti ruang penyimpanan perlengkapan riset, tempat tidur, dapur mini, serta alat komunikasi dan navigasi modern. Fasilitas tersebut memungkinkan para peneliti untuk tinggal di atas kapal selama beberapa hari tanpa harus kembali ke daratan, sehingga mereka dapat memantau dan mengamati satwa secara lebih mendalam dan kontinu. Di dalam kapal ini, para peneliti dapat mengumpulkan data, melakukan pengamatan visual, merekam suara alam, dan bahkan menyimpan spesimen sementara untuk dianalisis lebih lanjut.
Direktur TSE Group, Luwy Leunufna, dalam pernyataannya pada 29 April 2025 menjelaskan bahwa pembangunan kapal ini merupakan wujud konkret dari komitmen TSE Group dalam mendukung penelitian ilmiah. Baginya, kapal ini bukan hanya sekadar fasilitas tambahan, melainkan simbol kuat tentang pentingnya kesadaran lingkungan. Dalam konteks ini, “Papua Lestari” dimaknai sebagai kendaraan fisik dan juga kendaraan nilai. Ia membawa pesan kepada masyarakat bahwa pelestarian alam adalah tanggung jawab bersama. Kapal ini tidak hanya mengarungi sungai-sungai Papua, tetapi juga mengarungi kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya melindungi bumi.
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan kapal ini tak berhenti pada kura-kura moncong babi. Program Papua Conservation juga meluas pada pelestarian spesies endemik lainnya seperti burung cenderawasih kuning besar yang banyak ditemukan di wilayah Merauke dan Boven Digoel. Burung ini tak hanya menjadi ikon Papua, tetapi juga simbol keindahan dan keragaman hayati yang tidak bisa ditemukan di belahan dunia lainnya. Penelitian terhadap burung ini mencakup pelacakan pola migrasi, perilaku berkembang biak, hingga perubahan habitat akibat aktivitas manusia. Semua data yang dikumpulkan akan digunakan untuk mendesain strategi pelestarian yang menyeluruh.
Dengan visi seperti ini, “Papua Lestari” menjadi lebih dari sekadar kapal. Ia menjadi lambang pengabdian ilmu pengetahuan, semangat kolaborasi antara sektor swasta dan akademisi, serta komitmen untuk menjaga warisan alam Papua. Harapan terbesar dari inisiatif ini adalah terbangunnya budaya ilmiah dan konservasi yang kuat di tengah masyarakat Papua. Edukasi kepada masyarakat sekitar juga akan menjadi bagian penting dari program ini. Melalui dialog, pelatihan, dan kampanye penyadaran, masyarakat lokal diajak untuk ikut menjadi bagian dari solusi, bukan korban dari perubahan. (Courtsey Picture : Dok. TSE Group)