Sosialisasi Empat Pilar: Upaya Dr. Maruli Siahaan Menjaga Nilai Kebangsaan

Last Updated: May 27, 2025By Tags: , ,

Jakarta, 17 Mei – Dalam upaya memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan persatuan, anggota DPR RI Dr. Maruli Siahaan menggelar sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kantor PPSD Siahaan, Kota Medan. Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kebebasan beragama sebagai bagian integral dari keadilan sosial dan persatuan bangsa.

Dalam sesi pertama, Dr. Maruli Siahaan, yang juga merupakan anggota Komisi XIII DPR RI, menyoroti bahwa kebebasan beragama adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28E dan Pasal 29 UUD 1945. “Hak beragama bukan sekadar kebebasan pribadi, tetapi juga pilar utama dalam menjaga harmoni di tengah keberagaman Indonesia,” tegasnya. Maruli mengkritisi lemahnya penegakan hukum terhadap kasus pelarangan rumah ibadah, seperti yang dialami Gereja Kristen Kemah Daud di Lampung, yang menunjukkan perlunya revisi regulasi diskriminatif.

Dr. Maruli juga mengajak masyarakat untuk lebih aktif berperan dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan. Menurutnya, edukasi toleransi harus ditanamkan sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun penyuluhan masyarakat. “Budaya toleransi tidak muncul dengan sendirinya. Perlu usaha bersama antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat sipil untuk membangunnya,” ujarnya.

Sementara itu, Dr. Flora Nainggolan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Sumatera Utara, menambahkan perspektifnya mengenai kebebasan beragama sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Ia menjelaskan bahwa kebebasan beragama bukan hanya soal menjalankan ibadah, tetapi juga kebebasan berpikir dan berkeyakinan yang diakui oleh berbagai instrumen internasional, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia. Namun, Flora juga menyoroti berbagai tantangan, seperti intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, yang masih menghambat implementasi kebebasan beragama di Indonesia.

Diskusi interaktif yang berlangsung antara peserta dan narasumber mengungkapkan berbagai pandangan dan pengalaman terkait isu kebebasan beragama. Pertanyaan dari peserta didominasi oleh kasus pelarangan rumah ibadah, kurangnya perlindungan hukum, serta strategi untuk menghadapi intoleransi yang masih marak terjadi. “Peran Tim Pakem perlu dioptimalkan untuk memberikan perlindungan yang lebih konkret terhadap kebebasan beragama,” kata seorang peserta.

Pada akhir acara, kedua narasumber sepakat bahwa implementasi Empat Pilar, khususnya dalam hal kebebasan beragama, membutuhkan pendekatan multidisipliner. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dari sosialisasi ini termasuk:

  1. Revisi regulasi yang diskriminatif terhadap kelompok agama minoritas.
  2. Pembentukan satuan tugas khusus yang bertugas menangani pelanggaran kebebasan beragama secara cepat dan efektif.
  3. Penguatan literasi digital untuk melawan informasi yang memicu intoleransi dan konflik berbasis agama.

“Empat Pilar MPR RI harus menjadi pedoman hidup, bukan sekadar slogan. Implementasi nilai-nilai kebangsaan seperti toleransi, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap hak asasi harus diperjuangkan secara bersama-sama,” ujar Dr. Maruli dalam penutupannya.

Acara ini ditutup dengan ajakan dari para narasumber agar semua elemen masyarakat, termasuk generasi muda, aktif menjaga keberagaman dan menolak segala bentuk intoleransi. Peserta sepakat bahwa kebebasan beragama adalah salah satu pondasi yang harus dijaga demi terciptanya Indonesia yang lebih adil, damai, dan sejahtera.

Sosialisasi Empat Pilar: Upaya Dr. Maruli Siahaan Menjaga Nilai Kebangsaan

Last Updated: May 27, 2025By Tags: , ,

Jakarta, 17 Mei – Dalam upaya memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan persatuan, anggota DPR RI Dr. Maruli Siahaan menggelar sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kantor PPSD Siahaan, Kota Medan. Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kebebasan beragama sebagai bagian integral dari keadilan sosial dan persatuan bangsa.

Dalam sesi pertama, Dr. Maruli Siahaan, yang juga merupakan anggota Komisi XIII DPR RI, menyoroti bahwa kebebasan beragama adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28E dan Pasal 29 UUD 1945. “Hak beragama bukan sekadar kebebasan pribadi, tetapi juga pilar utama dalam menjaga harmoni di tengah keberagaman Indonesia,” tegasnya. Maruli mengkritisi lemahnya penegakan hukum terhadap kasus pelarangan rumah ibadah, seperti yang dialami Gereja Kristen Kemah Daud di Lampung, yang menunjukkan perlunya revisi regulasi diskriminatif.

Dr. Maruli juga mengajak masyarakat untuk lebih aktif berperan dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan. Menurutnya, edukasi toleransi harus ditanamkan sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun penyuluhan masyarakat. “Budaya toleransi tidak muncul dengan sendirinya. Perlu usaha bersama antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat sipil untuk membangunnya,” ujarnya.

Sementara itu, Dr. Flora Nainggolan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Sumatera Utara, menambahkan perspektifnya mengenai kebebasan beragama sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Ia menjelaskan bahwa kebebasan beragama bukan hanya soal menjalankan ibadah, tetapi juga kebebasan berpikir dan berkeyakinan yang diakui oleh berbagai instrumen internasional, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia. Namun, Flora juga menyoroti berbagai tantangan, seperti intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, yang masih menghambat implementasi kebebasan beragama di Indonesia.

Diskusi interaktif yang berlangsung antara peserta dan narasumber mengungkapkan berbagai pandangan dan pengalaman terkait isu kebebasan beragama. Pertanyaan dari peserta didominasi oleh kasus pelarangan rumah ibadah, kurangnya perlindungan hukum, serta strategi untuk menghadapi intoleransi yang masih marak terjadi. “Peran Tim Pakem perlu dioptimalkan untuk memberikan perlindungan yang lebih konkret terhadap kebebasan beragama,” kata seorang peserta.

Pada akhir acara, kedua narasumber sepakat bahwa implementasi Empat Pilar, khususnya dalam hal kebebasan beragama, membutuhkan pendekatan multidisipliner. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dari sosialisasi ini termasuk:

  1. Revisi regulasi yang diskriminatif terhadap kelompok agama minoritas.
  2. Pembentukan satuan tugas khusus yang bertugas menangani pelanggaran kebebasan beragama secara cepat dan efektif.
  3. Penguatan literasi digital untuk melawan informasi yang memicu intoleransi dan konflik berbasis agama.

“Empat Pilar MPR RI harus menjadi pedoman hidup, bukan sekadar slogan. Implementasi nilai-nilai kebangsaan seperti toleransi, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap hak asasi harus diperjuangkan secara bersama-sama,” ujar Dr. Maruli dalam penutupannya.

Acara ini ditutup dengan ajakan dari para narasumber agar semua elemen masyarakat, termasuk generasi muda, aktif menjaga keberagaman dan menolak segala bentuk intoleransi. Peserta sepakat bahwa kebebasan beragama adalah salah satu pondasi yang harus dijaga demi terciptanya Indonesia yang lebih adil, damai, dan sejahtera.