AI Kian Meyakinkan: GPT-4.5 Sukses Lulus Uji Turing Tiga Pihak dan Disangka Manusia oleh Mayoritas Peserta
Jakarta, Sofund.news – Sebuah studi baru yang dirilis pada Maret 2025 melalui basis data pracetak arXiv mengungkapkan bahwa kecerdasan buatan kini semakin mampu menyamar sebagai manusia dengan tingkat keberhasilan yang mengejutkan. Dalam eksperimen yang melibatkan uji Turing tiga pihak—sebuah skenario yang lebih kompleks dibandingkan versi klasiknya—model bahasa besar (LLM) GPT-4.5 berhasil menipu sebagian besar peserta uji untuk percaya bahwa mereka sedang berinteraksi dengan manusia sungguhan.
Uji Turing sendiri merupakan metode klasik untuk menguji kecerdasan mesin, pertama kali diperkenalkan oleh ahli matematika Inggris Alan Turing pada abad ke-20. Dalam uji ini, seorang “interogator” manusia berkomunikasi dengan dua entitas tanpa mengetahui identitas mereka: satu manusia dan satu mesin. Tugas si interogator adalah menentukan mana yang manusia dan mana yang mesin berdasarkan jawaban-jawaban yang mereka berikan.
Dalam versi terbaru dan lebih menantang dari eksperimen ini, para peneliti menciptakan pengaturan di mana LLM GPT-4.5 dan seorang manusia menjawab pertanyaan dari interogator secara bersamaan selama lima menit. Masing-masing percakapan rata-rata terdiri dari delapan pesan yang ditukar selama lebih dari empat menit. Uniknya, GPT-4.5 diprogram dengan perintah persona—artinya, ia diberi arahan spesifik untuk berpura-pura sebagai manusia sebaik mungkin. Hasilnya sangat mencengangkan: dalam 73 persen dari 1.023 percobaan, peserta mengira LLM-lah yang merupakan manusia.
Temuan ini menandai tonggak penting dalam sejarah pengembangan AI. Sebelumnya, GPT-4 telah berhasil melewati versi dua pihak dari uji Turing. Namun, ini merupakan kali pertama AI lolos dari format tiga pihak, yang dianggap lebih mendekati desain awal eksperimen Turing. Bahkan, dalam beberapa kasus, GPT-4.5 dinilai lebih meyakinkan sebagai manusia dibanding manusia itu sendiri.
Meski demikian, para peneliti mencatat bahwa keberhasilan ini sangat bergantung pada penggunaan prompt atau arahan persona yang kuat. Ketika LLM tidak diberi instruksi tersebut, kemampuannya menipu peserta menurun drastis. Hal ini menyoroti bahwa AI belum sepenuhnya “berpikir” seperti manusia, tetapi sangat mahir dalam meniru pola komunikasi manusia—asal diberi konteks dan arahan yang tepat.
Penelitian ini menjadi bukti bahwa kecerdasan buatan berkembang dengan sangat pesat. Konsep mesin yang mampu berpikir atau, dalam hal ini, meniru manusia, telah lama menjadi fokus sejak Alan Turing pertama kali merancang mesin komputasi abstrak di tahun 1935. Mesin itu, yang kini dikenal sebagai “universal Turing machine”, menjadi fondasi dari seluruh komputer modern.
Dengan kemajuan teknologi AI seperti GPT-4.5, batas antara interaksi manusia dan mesin semakin kabur. Di satu sisi, ini membuka potensi luar biasa dalam berbagai bidang seperti layanan pelanggan, pendidikan, dan hiburan. Namun di sisi lain, juga menimbulkan pertanyaan etis dan keamanan—apakah kita siap untuk dunia di mana mesin bisa berpura-pura menjadi manusia dengan begitu sempurna?
Penelitian ini tak hanya menunjukkan seberapa jauh teknologi telah melangkah, tetapi juga mengingatkan bahwa kita perlu bijak dalam menghadapinya. Sebab, seperti yang dikatakan Turing dalam konsep awalnya, pertanyaannya bukan lagi “apakah mesin bisa berpikir”, melainkan “apakah mesin bisa meniru manusia dengan meyakinkan?” Dan kini, jawabannya tampaknya adalah: ya.(Courtesy picture:Ilustrasi AI)
AI Kian Meyakinkan: GPT-4.5 Sukses Lulus Uji Turing Tiga Pihak dan Disangka Manusia oleh Mayoritas Peserta
Jakarta, Sofund.news – Sebuah studi baru yang dirilis pada Maret 2025 melalui basis data pracetak arXiv mengungkapkan bahwa kecerdasan buatan kini semakin mampu menyamar sebagai manusia dengan tingkat keberhasilan yang mengejutkan. Dalam eksperimen yang melibatkan uji Turing tiga pihak—sebuah skenario yang lebih kompleks dibandingkan versi klasiknya—model bahasa besar (LLM) GPT-4.5 berhasil menipu sebagian besar peserta uji untuk percaya bahwa mereka sedang berinteraksi dengan manusia sungguhan.
Uji Turing sendiri merupakan metode klasik untuk menguji kecerdasan mesin, pertama kali diperkenalkan oleh ahli matematika Inggris Alan Turing pada abad ke-20. Dalam uji ini, seorang “interogator” manusia berkomunikasi dengan dua entitas tanpa mengetahui identitas mereka: satu manusia dan satu mesin. Tugas si interogator adalah menentukan mana yang manusia dan mana yang mesin berdasarkan jawaban-jawaban yang mereka berikan.
Dalam versi terbaru dan lebih menantang dari eksperimen ini, para peneliti menciptakan pengaturan di mana LLM GPT-4.5 dan seorang manusia menjawab pertanyaan dari interogator secara bersamaan selama lima menit. Masing-masing percakapan rata-rata terdiri dari delapan pesan yang ditukar selama lebih dari empat menit. Uniknya, GPT-4.5 diprogram dengan perintah persona—artinya, ia diberi arahan spesifik untuk berpura-pura sebagai manusia sebaik mungkin. Hasilnya sangat mencengangkan: dalam 73 persen dari 1.023 percobaan, peserta mengira LLM-lah yang merupakan manusia.
Temuan ini menandai tonggak penting dalam sejarah pengembangan AI. Sebelumnya, GPT-4 telah berhasil melewati versi dua pihak dari uji Turing. Namun, ini merupakan kali pertama AI lolos dari format tiga pihak, yang dianggap lebih mendekati desain awal eksperimen Turing. Bahkan, dalam beberapa kasus, GPT-4.5 dinilai lebih meyakinkan sebagai manusia dibanding manusia itu sendiri.
Meski demikian, para peneliti mencatat bahwa keberhasilan ini sangat bergantung pada penggunaan prompt atau arahan persona yang kuat. Ketika LLM tidak diberi instruksi tersebut, kemampuannya menipu peserta menurun drastis. Hal ini menyoroti bahwa AI belum sepenuhnya “berpikir” seperti manusia, tetapi sangat mahir dalam meniru pola komunikasi manusia—asal diberi konteks dan arahan yang tepat.
Penelitian ini menjadi bukti bahwa kecerdasan buatan berkembang dengan sangat pesat. Konsep mesin yang mampu berpikir atau, dalam hal ini, meniru manusia, telah lama menjadi fokus sejak Alan Turing pertama kali merancang mesin komputasi abstrak di tahun 1935. Mesin itu, yang kini dikenal sebagai “universal Turing machine”, menjadi fondasi dari seluruh komputer modern.
Dengan kemajuan teknologi AI seperti GPT-4.5, batas antara interaksi manusia dan mesin semakin kabur. Di satu sisi, ini membuka potensi luar biasa dalam berbagai bidang seperti layanan pelanggan, pendidikan, dan hiburan. Namun di sisi lain, juga menimbulkan pertanyaan etis dan keamanan—apakah kita siap untuk dunia di mana mesin bisa berpura-pura menjadi manusia dengan begitu sempurna?
Penelitian ini tak hanya menunjukkan seberapa jauh teknologi telah melangkah, tetapi juga mengingatkan bahwa kita perlu bijak dalam menghadapinya. Sebab, seperti yang dikatakan Turing dalam konsep awalnya, pertanyaannya bukan lagi “apakah mesin bisa berpikir”, melainkan “apakah mesin bisa meniru manusia dengan meyakinkan?” Dan kini, jawabannya tampaknya adalah: ya.(Courtesy picture:Ilustrasi AI)