Elon Musk dan DOGE Gantikan Karyawan PHK dengan Chatbot AI di Pemerintahan AS

Last Updated: March 11, 2025By Tags: , , , ,

Sofund.news – Department of Government Efficiency (DOGE), sebuah lembaga pemerintahan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Elon Musk, telah mengambil langkah kontroversial dengan mengganti karyawan yang di-PHK dengan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) bernama GSAi. Chatbot ini dikembangkan secara mandiri oleh DOGE, yang fokus pada peningkatan efisiensi di sektor pemerintahan. Salah satu departemen yang terkena dampak kebijakan ini adalah General Services Administration (GSA), lembaga yang bertugas mengelola properti pemerintah dan menyediakan layanan bagi instansi pemerintah lainnya. GSA telah mem-PHK ratusan karyawan, termasuk staf di divisi teknologi, dan untuk mengisi kekosongan tersebut, DOGE memberikan akses ke chatbot GSAi kepada pegawai yang masih aktif.

Menurut laporan dari media Wired, sekitar 1.500 pegawai GSA kini telah mendapatkan akses awal ke chatbot GSAi. Chatbot ini dirancang untuk membantu berbagai tugas administratif, seperti menyusun email, membuat notulasi, meringkas catatan, hingga menulis kode. Pegawai juga diberikan pilihan untuk menggunakan tiga model AI yang tersedia dalam GSAi, yaitu Claude Haiku 3.5, Claude Sonnet 3.5 v2, dan Meta Llama 3.2. Claude Haiku 3.5, yang dikembangkan oleh Anthropic, menjadi model default dari chatbot ini. Salah satu pegawai yang telah menggunakan GSAi mengungkapkan bahwa kinerja chatbot ini hampir setara dengan pegawai magang. Meskipun demikian, chatbot ini dinilai hanya mampu memberikan jawaban yang umum dan dapat ditebak. Untuk menghindari risiko kebocoran data, memo internal yang dibagikan kepada pegawai GSA memperingatkan agar tidak memasukkan informasi non-publik atau rahasia saat menggunakan chatbot.

Sebelum Elon Musk bergabung dan membentuk DOGE, GSA sebenarnya telah merancang pengembangan antarmuka chatbot bersama beberapa lembaga pemerintah lainnya, seperti Departemen Keuangan dan Departemen Kesehatan. Departemen Pendidikan AS juga melakukan upaya serupa. Namun, proyek tersebut tidak dilanjutkan karena kinerja chatbot dinilai kurang memuaskan. Saat itu, chatbot dirancang untuk membantu pekerjaan pegawai, bukan menggantikan mereka. Kini, dengan kebijakan DOGE, chatbot GSAi justru digunakan untuk mengisi posisi yang ditinggalkan oleh karyawan yang di-PHK.

Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi, penggunaan AI dianggap dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional. Di sisi lain, PHK massal yang terjadi menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan tenaga kerja di sektor pemerintahan. GSA menjadi salah satu lembaga yang paling terdampak, dengan lebih dari 1.000 pegawai yang kehilangan pekerjaan, termasuk 90 orang di divisi teknologi. Sumber internal yang dikutip oleh NPR menyebutkan bahwa pemangkasan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengoptimalkan anggaran dan meningkatkan produktivitas melalui teknologi.

Meskipun chatbot GSAi dinilai memiliki kemampuan yang cukup baik, beberapa pihak mempertanyakan apakah AI dapat sepenuhnya menggantikan peran manusia, terutama dalam tugas-tugas yang membutuhkan kreativitas dan pertimbangan mendalam. Selain itu, ada kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan atau kebocoran data sensitif jika chatbot tidak dikelola dengan baik. Langkah DOGE ini menjadi contoh nyata bagaimana teknologi AI mulai mengubah lanskap tenaga kerja, tidak hanya di sektor swasta tetapi juga di pemerintahan. Ke depan, kebijakan semacam ini kemungkinan akan terus memicu perdebatan tentang keseimbangan antara efisiensi teknologi dan kesejahteraan tenaga kerja.(Courtesy picture:ilustrasi teknologi AI)

Elon Musk dan DOGE Gantikan Karyawan PHK dengan Chatbot AI di Pemerintahan AS

Last Updated: March 11, 2025By Tags: , , , ,

Sofund.news – Department of Government Efficiency (DOGE), sebuah lembaga pemerintahan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Elon Musk, telah mengambil langkah kontroversial dengan mengganti karyawan yang di-PHK dengan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) bernama GSAi. Chatbot ini dikembangkan secara mandiri oleh DOGE, yang fokus pada peningkatan efisiensi di sektor pemerintahan. Salah satu departemen yang terkena dampak kebijakan ini adalah General Services Administration (GSA), lembaga yang bertugas mengelola properti pemerintah dan menyediakan layanan bagi instansi pemerintah lainnya. GSA telah mem-PHK ratusan karyawan, termasuk staf di divisi teknologi, dan untuk mengisi kekosongan tersebut, DOGE memberikan akses ke chatbot GSAi kepada pegawai yang masih aktif.

Menurut laporan dari media Wired, sekitar 1.500 pegawai GSA kini telah mendapatkan akses awal ke chatbot GSAi. Chatbot ini dirancang untuk membantu berbagai tugas administratif, seperti menyusun email, membuat notulasi, meringkas catatan, hingga menulis kode. Pegawai juga diberikan pilihan untuk menggunakan tiga model AI yang tersedia dalam GSAi, yaitu Claude Haiku 3.5, Claude Sonnet 3.5 v2, dan Meta Llama 3.2. Claude Haiku 3.5, yang dikembangkan oleh Anthropic, menjadi model default dari chatbot ini. Salah satu pegawai yang telah menggunakan GSAi mengungkapkan bahwa kinerja chatbot ini hampir setara dengan pegawai magang. Meskipun demikian, chatbot ini dinilai hanya mampu memberikan jawaban yang umum dan dapat ditebak. Untuk menghindari risiko kebocoran data, memo internal yang dibagikan kepada pegawai GSA memperingatkan agar tidak memasukkan informasi non-publik atau rahasia saat menggunakan chatbot.

Sebelum Elon Musk bergabung dan membentuk DOGE, GSA sebenarnya telah merancang pengembangan antarmuka chatbot bersama beberapa lembaga pemerintah lainnya, seperti Departemen Keuangan dan Departemen Kesehatan. Departemen Pendidikan AS juga melakukan upaya serupa. Namun, proyek tersebut tidak dilanjutkan karena kinerja chatbot dinilai kurang memuaskan. Saat itu, chatbot dirancang untuk membantu pekerjaan pegawai, bukan menggantikan mereka. Kini, dengan kebijakan DOGE, chatbot GSAi justru digunakan untuk mengisi posisi yang ditinggalkan oleh karyawan yang di-PHK.

Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi, penggunaan AI dianggap dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional. Di sisi lain, PHK massal yang terjadi menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan tenaga kerja di sektor pemerintahan. GSA menjadi salah satu lembaga yang paling terdampak, dengan lebih dari 1.000 pegawai yang kehilangan pekerjaan, termasuk 90 orang di divisi teknologi. Sumber internal yang dikutip oleh NPR menyebutkan bahwa pemangkasan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengoptimalkan anggaran dan meningkatkan produktivitas melalui teknologi.

Meskipun chatbot GSAi dinilai memiliki kemampuan yang cukup baik, beberapa pihak mempertanyakan apakah AI dapat sepenuhnya menggantikan peran manusia, terutama dalam tugas-tugas yang membutuhkan kreativitas dan pertimbangan mendalam. Selain itu, ada kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan atau kebocoran data sensitif jika chatbot tidak dikelola dengan baik. Langkah DOGE ini menjadi contoh nyata bagaimana teknologi AI mulai mengubah lanskap tenaga kerja, tidak hanya di sektor swasta tetapi juga di pemerintahan. Ke depan, kebijakan semacam ini kemungkinan akan terus memicu perdebatan tentang keseimbangan antara efisiensi teknologi dan kesejahteraan tenaga kerja.(Courtesy picture:ilustrasi teknologi AI)