IHSG Anjlok 6,12%, BEI Hentikan Perdagangan: Media Asing Soroti Kebijakan Prabowo dan Ketidakpastian Ekonomi

Last Updated: March 20, 2025By Tags: ,

Jakarta, Sofund – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam sebesar 6,12% pada penutupan perdagangan sesi pertama, Selasa (18/3/2025). Anjloknya IHSG ini memaksa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghentikan sementara perdagangan saham (trading halt). Kondisi ini menarik perhatian media asing, yang menyoroti berbagai faktor penyebab penurunan tersebut, termasuk kebijakan Presiden Prabowo Subianto, isu mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Sorotan Media Asing Terhadap Anjloknya IHSG

Nikkei Asia, dalam artikel berjudul “Indonesia Stocks Drop More Than 7%; Trading Halted”, melaporkan bahwa penghentian perdagangan saham akibat anjloknya IHSG memicu kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi dan sentimen konsumen. Media asal Jepang ini menyebutkan bahwa investor lokal dan internasional mulai menarik diri akibat ketidakpastian makroekonomi Indonesia. Penurunan daya beli masyarakat, pemberian diskon listrik yang menyebabkan inflasi rendah, serta pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 1,7% tahun ini menjadi faktor utama yang menekan pasar saham.

Bloomberg, dalam artikel berjudul “Indonesian Stock Swoon Rattles Traders, Triggers Circuit Breaker”, menyebutkan bahwa penurunan IHSG pada Selasa merupakan yang terbesar sejak 2011. Media asal New York ini mengungkapkan bahwa kekhawatiran investor asing terhadap kebijakan relokasi anggaran oleh Presiden Prabowo dan kemampuan Kementerian Keuangan dalam menjaga disiplin fiskal menjadi pemicu utama. Pasar saham Indonesia telah turun 12% sepanjang 2025, menjadikannya indeks saham terburuk kedua di dunia setelah Thailand. Investor asing dilaporkan telah menjual saham senilai 1,6 miliar dolar AS (Rp26,4 triliun) pada kuartal ini, menghapus semua investasi yang masuk tahun lalu.

Business Times dari Singapura, dalam artikel “Indonesian Stock Dive Triggers Trading Halt Amid Fears of Economy Stalling and Political Uncertainty”, menyoroti bahwa penurunan IHSG merupakan yang terbesar sejak pandemi 2020. Media ini menyebutkan bahwa pembentukan Danantara, sebuah entitas yang mengontrol perusahaan negara dengan aset besar, serta rencana revisi UU TNI yang memungkinkan prajurit berperan di lembaga sipil, telah menimbulkan kekhawatiran investor. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah ke level Rp16.472 per dolar AS, yang merupakan penurunan terbesar di Asia, juga menjadi sorotan. Jika tidak segera diatasi, nilai tukar rupiah diprediksi bisa mencapai Rp17.000 per dolar AS pada akhir tahun.

The Edge dari Malaysia, dalam artikel “Indonesian Stocks Plunge 7% as Growth, Fiscal Worries Weigh”, menyoroti proyek ambisius pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai salah satu penyebab ketidakpastian investor. Media ini juga menyebutkan bahwa rencana belanja besar-besaran oleh pemerintah Prabowo, ditambah penurunan pendapatan pemerintah hampir 30% pada Januari 2025, menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan fiskal. Isu mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, meski telah dibantah, tetap membuat investor tidak tenang.

Dala Street Investment Journal dari India, dalam artikel “Indonesia’s Stock Market Crashes 7 per cent – What’s Behind the Biggest Drop in a Decade?”, menyoroti penurunan konsumsi rumah tangga dan melemahnya keyakinan konsumen kelas menengah sebagai faktor utama anjloknya IHSG. Media ini juga menyebutkan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ambisius telah menekan sumber daya fiskal negara, menyebabkan defisit anggaran pada awal tahun. Penghematan yang dilakukan pemerintah untuk mendanai program ini berdampak pada sektor infrastruktur dan lainnya.

Faktor-Faktor Penyebab Anjloknya IHSG

Beberapa faktor utama yang disoroti media asing sebagai penyebab anjloknya IHSG antara lain:

  1. Kebijakan Presiden Prabowo: Kebijakan relokasi anggaran dan program-program ambisius seperti MBG dianggap menekan sumber daya fiskal negara.
  2. Isu Mundurnya Sri Mulyani: Meski telah dibantah, isu ini tetap menimbulkan ketidakpastian di kalangan investor.
  3. Pembangunan IKN: Proyek besar ini dianggap menimbulkan kekhawatiran akan beban fiskal dan ketidakpastian ekonomi.
  4. Pelemahan Rupiah: Nilai tukar rupiah yang melemah hingga Rp16.472 per dolar AS menambah tekanan pada pasar saham.
  5. Penurunan Daya Beli: Melemahnya konsumsi rumah tangga dan keyakinan konsumen akibat perlambatan ekonomi.

Dampak dan Harapan ke Depan

Anjloknya IHSG ini tidak hanya memengaruhi pasar saham, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Investor asing dan lokal menunggu langkah-langkah konkret dari pemerintah dan Bank Indonesia untuk memulihkan kepercayaan pasar. Intervensi BI dalam menstabilkan nilai tukar rupiah dan kebijakan fiskal yang lebih disiplin diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan investor.

Meskipun situasi saat ini menantang, banyak pihak berharap bahwa dengan langkah-langkah yang tepat, pasar saham Indonesia dapat pulih dan kembali menunjukkan pertumbuhan positif. Kolaborasi antara pemerintah, otoritas moneter, dan pelaku pasar akan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang.(Courtesy picture:ilustrasi IHSG)

IHSG Anjlok 6,12%, BEI Hentikan Perdagangan: Media Asing Soroti Kebijakan Prabowo dan Ketidakpastian Ekonomi

Last Updated: March 20, 2025By Tags: ,

Jakarta, Sofund – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam sebesar 6,12% pada penutupan perdagangan sesi pertama, Selasa (18/3/2025). Anjloknya IHSG ini memaksa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghentikan sementara perdagangan saham (trading halt). Kondisi ini menarik perhatian media asing, yang menyoroti berbagai faktor penyebab penurunan tersebut, termasuk kebijakan Presiden Prabowo Subianto, isu mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Sorotan Media Asing Terhadap Anjloknya IHSG

Nikkei Asia, dalam artikel berjudul “Indonesia Stocks Drop More Than 7%; Trading Halted”, melaporkan bahwa penghentian perdagangan saham akibat anjloknya IHSG memicu kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi dan sentimen konsumen. Media asal Jepang ini menyebutkan bahwa investor lokal dan internasional mulai menarik diri akibat ketidakpastian makroekonomi Indonesia. Penurunan daya beli masyarakat, pemberian diskon listrik yang menyebabkan inflasi rendah, serta pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 1,7% tahun ini menjadi faktor utama yang menekan pasar saham.

Bloomberg, dalam artikel berjudul “Indonesian Stock Swoon Rattles Traders, Triggers Circuit Breaker”, menyebutkan bahwa penurunan IHSG pada Selasa merupakan yang terbesar sejak 2011. Media asal New York ini mengungkapkan bahwa kekhawatiran investor asing terhadap kebijakan relokasi anggaran oleh Presiden Prabowo dan kemampuan Kementerian Keuangan dalam menjaga disiplin fiskal menjadi pemicu utama. Pasar saham Indonesia telah turun 12% sepanjang 2025, menjadikannya indeks saham terburuk kedua di dunia setelah Thailand. Investor asing dilaporkan telah menjual saham senilai 1,6 miliar dolar AS (Rp26,4 triliun) pada kuartal ini, menghapus semua investasi yang masuk tahun lalu.

Business Times dari Singapura, dalam artikel “Indonesian Stock Dive Triggers Trading Halt Amid Fears of Economy Stalling and Political Uncertainty”, menyoroti bahwa penurunan IHSG merupakan yang terbesar sejak pandemi 2020. Media ini menyebutkan bahwa pembentukan Danantara, sebuah entitas yang mengontrol perusahaan negara dengan aset besar, serta rencana revisi UU TNI yang memungkinkan prajurit berperan di lembaga sipil, telah menimbulkan kekhawatiran investor. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah ke level Rp16.472 per dolar AS, yang merupakan penurunan terbesar di Asia, juga menjadi sorotan. Jika tidak segera diatasi, nilai tukar rupiah diprediksi bisa mencapai Rp17.000 per dolar AS pada akhir tahun.

The Edge dari Malaysia, dalam artikel “Indonesian Stocks Plunge 7% as Growth, Fiscal Worries Weigh”, menyoroti proyek ambisius pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai salah satu penyebab ketidakpastian investor. Media ini juga menyebutkan bahwa rencana belanja besar-besaran oleh pemerintah Prabowo, ditambah penurunan pendapatan pemerintah hampir 30% pada Januari 2025, menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan fiskal. Isu mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, meski telah dibantah, tetap membuat investor tidak tenang.

Dala Street Investment Journal dari India, dalam artikel “Indonesia’s Stock Market Crashes 7 per cent – What’s Behind the Biggest Drop in a Decade?”, menyoroti penurunan konsumsi rumah tangga dan melemahnya keyakinan konsumen kelas menengah sebagai faktor utama anjloknya IHSG. Media ini juga menyebutkan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ambisius telah menekan sumber daya fiskal negara, menyebabkan defisit anggaran pada awal tahun. Penghematan yang dilakukan pemerintah untuk mendanai program ini berdampak pada sektor infrastruktur dan lainnya.

Faktor-Faktor Penyebab Anjloknya IHSG

Beberapa faktor utama yang disoroti media asing sebagai penyebab anjloknya IHSG antara lain:

  1. Kebijakan Presiden Prabowo: Kebijakan relokasi anggaran dan program-program ambisius seperti MBG dianggap menekan sumber daya fiskal negara.
  2. Isu Mundurnya Sri Mulyani: Meski telah dibantah, isu ini tetap menimbulkan ketidakpastian di kalangan investor.
  3. Pembangunan IKN: Proyek besar ini dianggap menimbulkan kekhawatiran akan beban fiskal dan ketidakpastian ekonomi.
  4. Pelemahan Rupiah: Nilai tukar rupiah yang melemah hingga Rp16.472 per dolar AS menambah tekanan pada pasar saham.
  5. Penurunan Daya Beli: Melemahnya konsumsi rumah tangga dan keyakinan konsumen akibat perlambatan ekonomi.

Dampak dan Harapan ke Depan

Anjloknya IHSG ini tidak hanya memengaruhi pasar saham, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Investor asing dan lokal menunggu langkah-langkah konkret dari pemerintah dan Bank Indonesia untuk memulihkan kepercayaan pasar. Intervensi BI dalam menstabilkan nilai tukar rupiah dan kebijakan fiskal yang lebih disiplin diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan investor.

Meskipun situasi saat ini menantang, banyak pihak berharap bahwa dengan langkah-langkah yang tepat, pasar saham Indonesia dapat pulih dan kembali menunjukkan pertumbuhan positif. Kolaborasi antara pemerintah, otoritas moneter, dan pelaku pasar akan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang.(Courtesy picture:ilustrasi IHSG)