Inflasi April 2025 Melandai, Emas dan Perumahan Jadi Penyumbang Utama
Jakarta, Sofund.news – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami inflasi sebesar 1,17% pada April 2025 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Kenaikan ini tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) yang naik dari 107,22 di Maret 2025 menjadi 108,47 di April 2025. Meskipun terjadi kenaikan, laju inflasi bulanan ini justru lebih rendah dibandingkan Maret 2025 yang mencapai 1,65%.
Selain inflasi bulanan, BPS juga mencatat inflasi tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 1,95% serta inflasi year-to-date (ytd) sebesar 1,56%. Data ini menunjukkan bahwa tekanan harga masih terjadi, meskipun secara bulanan menunjukkan perlambatan.
Perumahan dan Emas Jadi Penyumbang Inflasi Terbesar
Kelompok pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap inflasi April 2025 adalah perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, dengan inflasi mencapai 6,60% dan menyumbang 0,98% terhadap total inflasi. Kenaikan harga di sektor ini diduga dipicu oleh meningkatnya permintaan energi dan bahan bakar rumah tangga.
Penyumbang inflasi terbesar kedua adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang mengalami kenaikan harga sebesar 2,46% dengan kontribusi 0,16%. Dalam kelompok ini, komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama dengan inflasi mencapai 10,52%—angka tertinggi dalam 20 bulan terakhir. Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, menjelaskan bahwa lonjakan harga emas perhiasan ini sejalan dengan kenaikan harga emas dunia yang terus menguat.
Hampir Seluruh Provinsi Alami Inflasi, Papua Pegunungan Deflasi
Secara geografis, 37 dari 38 provinsi di Indonesia mengalami inflasi pada April 2025. Inflasi tertinggi terjadi di Sumatra Barat (1,77%), sementara satu-satunya provinsi yang masih mengalami deflasi adalah Papua Pegunungan (-0,90%).
Namun, jika dilihat secara tahunan (yoy), semua provinsi mencatatkan inflasi. Papua Pegunungan justru menjadi wilayah dengan inflasi tahunan tertinggi (5,96%), sementara Papua Barat mencatat inflasi terendah (0,15%).
Makanan dan Tembakau Dorong Inflasi Tahunan
Secara tahunan, inflasi 1,95% terutama didorong oleh kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mengalami inflasi sebesar 2,17% dengan kontribusi 0,64%. Kenaikan harga bahan pangan dan produk tembakau tetap menjadi faktor signifikan dalam mendorong inflasi jangka panjang.
Penurunan laju inflasi bulanan dari 1,65% (Maret) menjadi 1,17% (April) menunjukkan bahwa tekanan harga mungkin mulai melandai. Namun, kenaikan harga emas dan sektor perumahan tetap perlu diwaspadai karena berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat.
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan harga, terutama komoditas volatil seperti energi dan pangan, untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam beberapa bulan ke depan.(Courtesy picture:ilustrasi penulis)
Inflasi April 2025 Melandai, Emas dan Perumahan Jadi Penyumbang Utama
Jakarta, Sofund.news – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami inflasi sebesar 1,17% pada April 2025 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Kenaikan ini tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) yang naik dari 107,22 di Maret 2025 menjadi 108,47 di April 2025. Meskipun terjadi kenaikan, laju inflasi bulanan ini justru lebih rendah dibandingkan Maret 2025 yang mencapai 1,65%.
Selain inflasi bulanan, BPS juga mencatat inflasi tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 1,95% serta inflasi year-to-date (ytd) sebesar 1,56%. Data ini menunjukkan bahwa tekanan harga masih terjadi, meskipun secara bulanan menunjukkan perlambatan.
Perumahan dan Emas Jadi Penyumbang Inflasi Terbesar
Kelompok pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap inflasi April 2025 adalah perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, dengan inflasi mencapai 6,60% dan menyumbang 0,98% terhadap total inflasi. Kenaikan harga di sektor ini diduga dipicu oleh meningkatnya permintaan energi dan bahan bakar rumah tangga.
Penyumbang inflasi terbesar kedua adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang mengalami kenaikan harga sebesar 2,46% dengan kontribusi 0,16%. Dalam kelompok ini, komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama dengan inflasi mencapai 10,52%—angka tertinggi dalam 20 bulan terakhir. Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, menjelaskan bahwa lonjakan harga emas perhiasan ini sejalan dengan kenaikan harga emas dunia yang terus menguat.
Hampir Seluruh Provinsi Alami Inflasi, Papua Pegunungan Deflasi
Secara geografis, 37 dari 38 provinsi di Indonesia mengalami inflasi pada April 2025. Inflasi tertinggi terjadi di Sumatra Barat (1,77%), sementara satu-satunya provinsi yang masih mengalami deflasi adalah Papua Pegunungan (-0,90%).
Namun, jika dilihat secara tahunan (yoy), semua provinsi mencatatkan inflasi. Papua Pegunungan justru menjadi wilayah dengan inflasi tahunan tertinggi (5,96%), sementara Papua Barat mencatat inflasi terendah (0,15%).
Makanan dan Tembakau Dorong Inflasi Tahunan
Secara tahunan, inflasi 1,95% terutama didorong oleh kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mengalami inflasi sebesar 2,17% dengan kontribusi 0,64%. Kenaikan harga bahan pangan dan produk tembakau tetap menjadi faktor signifikan dalam mendorong inflasi jangka panjang.
Penurunan laju inflasi bulanan dari 1,65% (Maret) menjadi 1,17% (April) menunjukkan bahwa tekanan harga mungkin mulai melandai. Namun, kenaikan harga emas dan sektor perumahan tetap perlu diwaspadai karena berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat.
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan harga, terutama komoditas volatil seperti energi dan pangan, untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam beberapa bulan ke depan.(Courtesy picture:ilustrasi penulis)