Jiwasraya Resmi Dibubarkan: Nasib Pemegang Polis dan Dana Pensiun di Ujung Tanduk
Jakarta, Sofund.news – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di sektor asuransi jiwa. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-9/D.05/2025 yang dikeluarkan pada 16 Januari 2025. Langkah ini merupakan bagian dari pengawasan ketat yang dilakukan OJK untuk melindungi hak pemegang polis serta tertanggung, sekaligus memastikan ketertiban dalam industri asuransi nasional.
Dengan pencabutan izin usaha ini, Jiwasraya tidak lagi diperbolehkan menjalankan segala bentuk kegiatan operasional, baik di kantor pusat maupun cabang. Perusahaan juga diwajibkan untuk menyusun serta menyampaikan neraca penutupan kepada OJK dalam kurun waktu 15 hari setelah pencabutan izin. Selain itu, dalam waktu 30 hari, Jiwasraya harus menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) guna memutuskan pembubaran badan hukum dan membentuk tim likuidasi yang akan bertanggung jawab atas proses pembubaran perusahaan.
Proses Likuidasi dan Kewajiban Jiwasraya
Mengacu pada surat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor S-30/MBU/01/2025 yang dikeluarkan pada 22 Januari 2025, Jiwasraya telah menjalankan RUPS dan secara resmi membentuk tim likuidasi. Dalam proses ini, seluruh pemegang saham, direksi, dewan komisaris, serta pegawai Jiwasraya memiliki kewajiban untuk memberikan data dan dokumen yang diperlukan, serta dilarang menghambat proses pembubaran.
OJK menegaskan bahwa seluruh aset Jiwasraya tidak boleh dialihkan, dijaminkan, atau digunakan dengan cara yang dapat mengurangi nilai aset perusahaan. Keputusan ini diambil untuk memastikan bahwa aset yang tersisa tetap dapat digunakan untuk menyelesaikan kewajiban kepada para pemegang polis dan penerima manfaat pensiun.
Dampak Pembubaran Terhadap Manfaat Pensiun
Sebelum keputusan ini dikeluarkan, Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi Rizal, telah menyampaikan bahwa pembubaran perusahaan akan dilakukan dalam tahun 2025. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada 2 Juni, ia menjelaskan bahwa proses pembubaran ini akan berdampak pada pembayaran manfaat pensiun yang diberikan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya kepada para pensiunan.
Pembayaran manfaat pensiun ini bergantung pada hasil pemberesan aset perusahaan dalam proses likuidasi. Namun, berdasarkan perhitungan aset yang dimiliki Jiwasraya saat ini, kemungkinan besar pembayaran manfaat pensiun tidak akan mencapai 100 persen dari hak yang seharusnya diterima oleh pensiunan.
Mampukah Bertahan Hingga 2028?
Lutfi mengungkapkan bahwa nilai aset Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya per 31 Desember 2024 tercatat sebesar Rp654,5 miliar, dengan aset neto likuid senilai Rp149,1 miliar. Berdasarkan jumlah aset tersebut, Jiwasraya diperkirakan hanya mampu melakukan pembayaran manfaat pensiun hingga Desember 2028. Jika tidak ada tambahan aset atau solusi alternatif, setelah tahun tersebut, para pensiunan tidak akan lagi menerima manfaat pensiun yang seharusnya mereka terima.
Masa Depan Pemegang Polis dan Tantangan Industri Asuransi
Pencabutan izin usaha Jiwasraya menandai babak baru dalam industri asuransi Indonesia, khususnya terkait pengawasan ketat terhadap perusahaan asuransi yang mengalami permasalahan keuangan. Meskipun langkah ini bertujuan untuk melindungi pemegang polis, kenyataannya, banyak pihak yang masih dirugikan akibat ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya secara penuh.
Ke depan, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa proses likuidasi dapat berjalan secara transparan dan adil, serta mencari solusi untuk mengurangi dampak negatif terhadap para pensiunan dan pemegang polis Jiwasraya. Pemerintah dan OJK perlu memberikan perhatian lebih terhadap penyelesaian kasus ini agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.(Courtesy picture:Ilustrasi jiwasraya)
Jiwasraya Resmi Dibubarkan: Nasib Pemegang Polis dan Dana Pensiun di Ujung Tanduk
Jakarta, Sofund.news – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di sektor asuransi jiwa. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-9/D.05/2025 yang dikeluarkan pada 16 Januari 2025. Langkah ini merupakan bagian dari pengawasan ketat yang dilakukan OJK untuk melindungi hak pemegang polis serta tertanggung, sekaligus memastikan ketertiban dalam industri asuransi nasional.
Dengan pencabutan izin usaha ini, Jiwasraya tidak lagi diperbolehkan menjalankan segala bentuk kegiatan operasional, baik di kantor pusat maupun cabang. Perusahaan juga diwajibkan untuk menyusun serta menyampaikan neraca penutupan kepada OJK dalam kurun waktu 15 hari setelah pencabutan izin. Selain itu, dalam waktu 30 hari, Jiwasraya harus menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) guna memutuskan pembubaran badan hukum dan membentuk tim likuidasi yang akan bertanggung jawab atas proses pembubaran perusahaan.
Proses Likuidasi dan Kewajiban Jiwasraya
Mengacu pada surat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor S-30/MBU/01/2025 yang dikeluarkan pada 22 Januari 2025, Jiwasraya telah menjalankan RUPS dan secara resmi membentuk tim likuidasi. Dalam proses ini, seluruh pemegang saham, direksi, dewan komisaris, serta pegawai Jiwasraya memiliki kewajiban untuk memberikan data dan dokumen yang diperlukan, serta dilarang menghambat proses pembubaran.
OJK menegaskan bahwa seluruh aset Jiwasraya tidak boleh dialihkan, dijaminkan, atau digunakan dengan cara yang dapat mengurangi nilai aset perusahaan. Keputusan ini diambil untuk memastikan bahwa aset yang tersisa tetap dapat digunakan untuk menyelesaikan kewajiban kepada para pemegang polis dan penerima manfaat pensiun.
Dampak Pembubaran Terhadap Manfaat Pensiun
Sebelum keputusan ini dikeluarkan, Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi Rizal, telah menyampaikan bahwa pembubaran perusahaan akan dilakukan dalam tahun 2025. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada 2 Juni, ia menjelaskan bahwa proses pembubaran ini akan berdampak pada pembayaran manfaat pensiun yang diberikan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya kepada para pensiunan.
Pembayaran manfaat pensiun ini bergantung pada hasil pemberesan aset perusahaan dalam proses likuidasi. Namun, berdasarkan perhitungan aset yang dimiliki Jiwasraya saat ini, kemungkinan besar pembayaran manfaat pensiun tidak akan mencapai 100 persen dari hak yang seharusnya diterima oleh pensiunan.
Mampukah Bertahan Hingga 2028?
Lutfi mengungkapkan bahwa nilai aset Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya per 31 Desember 2024 tercatat sebesar Rp654,5 miliar, dengan aset neto likuid senilai Rp149,1 miliar. Berdasarkan jumlah aset tersebut, Jiwasraya diperkirakan hanya mampu melakukan pembayaran manfaat pensiun hingga Desember 2028. Jika tidak ada tambahan aset atau solusi alternatif, setelah tahun tersebut, para pensiunan tidak akan lagi menerima manfaat pensiun yang seharusnya mereka terima.
Masa Depan Pemegang Polis dan Tantangan Industri Asuransi
Pencabutan izin usaha Jiwasraya menandai babak baru dalam industri asuransi Indonesia, khususnya terkait pengawasan ketat terhadap perusahaan asuransi yang mengalami permasalahan keuangan. Meskipun langkah ini bertujuan untuk melindungi pemegang polis, kenyataannya, banyak pihak yang masih dirugikan akibat ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya secara penuh.
Ke depan, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa proses likuidasi dapat berjalan secara transparan dan adil, serta mencari solusi untuk mengurangi dampak negatif terhadap para pensiunan dan pemegang polis Jiwasraya. Pemerintah dan OJK perlu memberikan perhatian lebih terhadap penyelesaian kasus ini agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.(Courtesy picture:Ilustrasi jiwasraya)