Kabar Baik bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah: Batas Penghasilan untuk Rumah Subsidi Naik, Peluang Kepemilikan Rumah Makin Terbuka

Last Updated: April 15, 2025By Tags: ,

Jakarta, Sofund.news – Pemerintah memberikan angin segar bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin memiliki rumah sendiri. Dalam upaya memperluas akses terhadap perumahan bersubsidi, batas maksimal penghasilan untuk kategori MBR resmi dinaikkan. Di wilayah Jabodetabek, batas baru ditetapkan menjadi Rp 14 juta bagi pasangan menikah dan Rp 12 juta untuk individu yang belum menikah. Sebelumnya, batas tersebut berada di angka Rp 8 juta dan Rp 7 juta.

Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, di Jakarta pada Sabtu, 12 April 2025. Maruarar menjelaskan bahwa kenaikan batas penghasilan tersebut telah melalui kajian dan penghitungan mendalam yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan mempertimbangkan dinamika ekonomi serta kemampuan daya beli masyarakat urban. Ia menilai kebijakan ini sebagai langkah signifikan dalam membuka peluang kepemilikan rumah bagi segmen masyarakat yang sebelumnya kesulitan menjangkau program rumah subsidi.

Kebijakan ini juga disambut baik oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menyatakan bahwa penyesuaian batas penghasilan MBR merupakan bentuk adaptasi realistis terhadap kondisi pasar perumahan, terutama di kawasan perkotaan. Menurutnya, harga rumah tapak kian sulit dijangkau karena keterbatasan lahan, sementara biaya konstruksi rumah susun pun terus meningkat.

Heru menambahkan, bila batas penghasilan tetap Rp 8 juta, banyak masyarakat, khususnya kelompok buruh dan pekerja informal, akan kesulitan mencicil hunian vertikal seperti rumah susun. Namun dengan adanya peningkatan menjadi Rp 14 juta, semakin banyak kelompok masyarakat yang kini masuk ke dalam kategori penerima manfaat rumah subsidi.

Dalam program ini, masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). Fasilitas ini dirancang khusus untuk MBR yang belum pernah menerima subsidi sebelumnya. KPR FLPP memberikan tenor hingga 20 tahun dengan bunga tetap sebesar 5 persen, serta syarat uang muka yang ringan, hanya 1 persen dari harga rumah.

Tak hanya itu, angsuran dalam KPR FLPP juga sudah mencakup asuransi jiwa, kebakaran, dan asuransi kredit. Dalam kondisi tertentu seperti kematian debitur, sisa cicilan akan otomatis dianggap lunas. Rumah subsidi yang ditawarkan dalam program ini memiliki luas bangunan antara 21 hingga 36 meter persegi, dengan luas tanah mulai dari 60 hingga 200 meter persegi. Meskipun demikian, rata-rata tanah yang tersedia di Pulau Jawa hanya sekitar 60 meter persegi karena keterbatasan lahan.

Kebijakan ini diharapkan menjadi solusi nyata dalam mengatasi backlog perumahan nasional, terutama di wilayah perkotaan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pemerintah berkomitmen untuk terus menghadirkan kebijakan inklusif yang memungkinkan setiap warga negara, termasuk yang berada di kelompok penghasilan menengah ke bawah, dapat memiliki tempat tinggal yang layak dan terjangkau.(Courtesy picture:ilustrasi gambar perumahan)

Kabar Baik bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah: Batas Penghasilan untuk Rumah Subsidi Naik, Peluang Kepemilikan Rumah Makin Terbuka

Last Updated: April 15, 2025By Tags: ,

Jakarta, Sofund.news – Pemerintah memberikan angin segar bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin memiliki rumah sendiri. Dalam upaya memperluas akses terhadap perumahan bersubsidi, batas maksimal penghasilan untuk kategori MBR resmi dinaikkan. Di wilayah Jabodetabek, batas baru ditetapkan menjadi Rp 14 juta bagi pasangan menikah dan Rp 12 juta untuk individu yang belum menikah. Sebelumnya, batas tersebut berada di angka Rp 8 juta dan Rp 7 juta.

Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, di Jakarta pada Sabtu, 12 April 2025. Maruarar menjelaskan bahwa kenaikan batas penghasilan tersebut telah melalui kajian dan penghitungan mendalam yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan mempertimbangkan dinamika ekonomi serta kemampuan daya beli masyarakat urban. Ia menilai kebijakan ini sebagai langkah signifikan dalam membuka peluang kepemilikan rumah bagi segmen masyarakat yang sebelumnya kesulitan menjangkau program rumah subsidi.

Kebijakan ini juga disambut baik oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menyatakan bahwa penyesuaian batas penghasilan MBR merupakan bentuk adaptasi realistis terhadap kondisi pasar perumahan, terutama di kawasan perkotaan. Menurutnya, harga rumah tapak kian sulit dijangkau karena keterbatasan lahan, sementara biaya konstruksi rumah susun pun terus meningkat.

Heru menambahkan, bila batas penghasilan tetap Rp 8 juta, banyak masyarakat, khususnya kelompok buruh dan pekerja informal, akan kesulitan mencicil hunian vertikal seperti rumah susun. Namun dengan adanya peningkatan menjadi Rp 14 juta, semakin banyak kelompok masyarakat yang kini masuk ke dalam kategori penerima manfaat rumah subsidi.

Dalam program ini, masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). Fasilitas ini dirancang khusus untuk MBR yang belum pernah menerima subsidi sebelumnya. KPR FLPP memberikan tenor hingga 20 tahun dengan bunga tetap sebesar 5 persen, serta syarat uang muka yang ringan, hanya 1 persen dari harga rumah.

Tak hanya itu, angsuran dalam KPR FLPP juga sudah mencakup asuransi jiwa, kebakaran, dan asuransi kredit. Dalam kondisi tertentu seperti kematian debitur, sisa cicilan akan otomatis dianggap lunas. Rumah subsidi yang ditawarkan dalam program ini memiliki luas bangunan antara 21 hingga 36 meter persegi, dengan luas tanah mulai dari 60 hingga 200 meter persegi. Meskipun demikian, rata-rata tanah yang tersedia di Pulau Jawa hanya sekitar 60 meter persegi karena keterbatasan lahan.

Kebijakan ini diharapkan menjadi solusi nyata dalam mengatasi backlog perumahan nasional, terutama di wilayah perkotaan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pemerintah berkomitmen untuk terus menghadirkan kebijakan inklusif yang memungkinkan setiap warga negara, termasuk yang berada di kelompok penghasilan menengah ke bawah, dapat memiliki tempat tinggal yang layak dan terjangkau.(Courtesy picture:ilustrasi gambar perumahan)