Ketidakpastian Ekonomi dan Politik, Orang Kaya Indonesia Ramai-Ramai Alihkan Kekayaan ke Luar Negeri
Jakarta, Sofund.news – Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi gelombang pergerakan besar-besaran kekayaan orang-orang tajir Indonesia ke luar negeri. Fenomena ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap kondisi fiskal dan stabilitas politik dalam negeri, terutama sejak Presiden Prabowo Subianto mulai memperluas peran militer sejak Oktober lalu.
Keresahan ini tidak hanya dirasakan oleh para pelaku pasar, tetapi juga dirasakan langsung oleh kalangan atas Indonesia. Seorang mantan eksekutif perusahaan besar di Indonesia, yang kini aktif sebagai investor, memutuskan untuk mengalihkan sebagian besar asetnya ke dalam bentuk aset kripto, khususnya USDT (Tether). Langkah ini diambil sebagai bentuk antisipasi terhadap ketidakpastian yang tengah melanda Indonesia, di mana kripto dipandang sebagai sarana yang efisien untuk menjaga nilai kekayaan sekaligus memindahkannya ke luar negeri tanpa melalui jalur perbankan konvensional atau membawa uang fisik melintasi perbatasan.
Namun kripto bukan satu-satunya pilihan. Informasi yang dihimpun dari belasan pelaku industri keuangan—mulai dari manajer investasi, bankir swasta, hingga penasihat kekayaan—menunjukkan bahwa banyak individu dengan kekayaan bersih tinggi juga mengalihkan dana mereka ke dalam bentuk logam mulia dan properti luar negeri. Tujuannya sama: mengamankan nilai kekayaan dari risiko fluktuasi ekonomi dan potensi gangguan stabilitas politik.
Beberapa bankir swasta menyebutkan bahwa klien mereka yang memiliki aset antara USD 100 juta hingga USD 400 juta bahkan telah mengkonversi 1 hingga 10 persen dari total kekayaan mereka ke dalam bentuk kripto. Aksi ini, menurut para pelaku industri, mulai terlihat sejak Oktober 2024, berbarengan dengan awal pemerintahan baru, dan terus meningkat intensitasnya setelah nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan pada Maret 2025.
Dubai dan Abu Dhabi menjadi tujuan utama pelarian dana. Firma keuangan yang menangani klien asal Indonesia mengakui telah membantu memindahkan sekitar USD 50 juta untuk membeli properti residensial dan komersial di sana. Dana tersebut dibelikan properti atas nama keluarga atau rekan, sebagai taktik untuk menghindari deteksi. Bahkan, beberapa klien disebut sudah mendapatkan visa kerja di Uni Emirat Arab, yang kemudian digunakan untuk mendirikan perusahaan cangkang—alat untuk mengelola dan memiliki properti secara sah, namun tetap anonim.
Fenomena ini tidak hanya terbatas pada kalangan konglomerat. Masyarakat kelas menengah Indonesia juga menunjukkan tren yang sama, meski dalam bentuk yang berbeda. Alih-alih membeli properti di luar negeri, mereka memilih untuk mengonversi tabungan ke dalam bentuk emas batangan. Lonjakan pembelian emas tercatat meningkat hingga 30 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama pada 2024.
Kondisi ini mencerminkan keresahan yang tidak bisa dianggap sepele. Ketika elite ekonomi mulai mengamankan aset ke luar negeri dan masyarakat menengah mencari perlindungan dalam bentuk emas, jelas terlihat bahwa ketidakpastian ekonomi dan politik telah menimbulkan gelombang kekhawatiran kolektif. Indonesia tengah diuji, dan reaksi pasar terhadap ketidakpastian ini mungkin menjadi sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk segera bertindak.(Courtesy picture:Ilustrasi penulis)
Ketidakpastian Ekonomi dan Politik, Orang Kaya Indonesia Ramai-Ramai Alihkan Kekayaan ke Luar Negeri
Jakarta, Sofund.news – Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi gelombang pergerakan besar-besaran kekayaan orang-orang tajir Indonesia ke luar negeri. Fenomena ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap kondisi fiskal dan stabilitas politik dalam negeri, terutama sejak Presiden Prabowo Subianto mulai memperluas peran militer sejak Oktober lalu.
Keresahan ini tidak hanya dirasakan oleh para pelaku pasar, tetapi juga dirasakan langsung oleh kalangan atas Indonesia. Seorang mantan eksekutif perusahaan besar di Indonesia, yang kini aktif sebagai investor, memutuskan untuk mengalihkan sebagian besar asetnya ke dalam bentuk aset kripto, khususnya USDT (Tether). Langkah ini diambil sebagai bentuk antisipasi terhadap ketidakpastian yang tengah melanda Indonesia, di mana kripto dipandang sebagai sarana yang efisien untuk menjaga nilai kekayaan sekaligus memindahkannya ke luar negeri tanpa melalui jalur perbankan konvensional atau membawa uang fisik melintasi perbatasan.
Namun kripto bukan satu-satunya pilihan. Informasi yang dihimpun dari belasan pelaku industri keuangan—mulai dari manajer investasi, bankir swasta, hingga penasihat kekayaan—menunjukkan bahwa banyak individu dengan kekayaan bersih tinggi juga mengalihkan dana mereka ke dalam bentuk logam mulia dan properti luar negeri. Tujuannya sama: mengamankan nilai kekayaan dari risiko fluktuasi ekonomi dan potensi gangguan stabilitas politik.
Beberapa bankir swasta menyebutkan bahwa klien mereka yang memiliki aset antara USD 100 juta hingga USD 400 juta bahkan telah mengkonversi 1 hingga 10 persen dari total kekayaan mereka ke dalam bentuk kripto. Aksi ini, menurut para pelaku industri, mulai terlihat sejak Oktober 2024, berbarengan dengan awal pemerintahan baru, dan terus meningkat intensitasnya setelah nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan pada Maret 2025.
Dubai dan Abu Dhabi menjadi tujuan utama pelarian dana. Firma keuangan yang menangani klien asal Indonesia mengakui telah membantu memindahkan sekitar USD 50 juta untuk membeli properti residensial dan komersial di sana. Dana tersebut dibelikan properti atas nama keluarga atau rekan, sebagai taktik untuk menghindari deteksi. Bahkan, beberapa klien disebut sudah mendapatkan visa kerja di Uni Emirat Arab, yang kemudian digunakan untuk mendirikan perusahaan cangkang—alat untuk mengelola dan memiliki properti secara sah, namun tetap anonim.
Fenomena ini tidak hanya terbatas pada kalangan konglomerat. Masyarakat kelas menengah Indonesia juga menunjukkan tren yang sama, meski dalam bentuk yang berbeda. Alih-alih membeli properti di luar negeri, mereka memilih untuk mengonversi tabungan ke dalam bentuk emas batangan. Lonjakan pembelian emas tercatat meningkat hingga 30 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama pada 2024.
Kondisi ini mencerminkan keresahan yang tidak bisa dianggap sepele. Ketika elite ekonomi mulai mengamankan aset ke luar negeri dan masyarakat menengah mencari perlindungan dalam bentuk emas, jelas terlihat bahwa ketidakpastian ekonomi dan politik telah menimbulkan gelombang kekhawatiran kolektif. Indonesia tengah diuji, dan reaksi pasar terhadap ketidakpastian ini mungkin menjadi sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk segera bertindak.(Courtesy picture:Ilustrasi penulis)