Ketika Alam Bernyanyi: Life Music, Simfoni Kehidupan dari Hutan dan Laut Nusantara

Last Updated: May 5, 2025By

Jakarta, Sofund.news – Di tengah kesibukan dan hiruk pikuk kehidupan modern, musik telah menjadi teman setia banyak orang dalam menjalani keseharian. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan mendengarkan musik alami dari semesta? Dari keheningan hutan hingga gemuruh ombak, suara alam Indonesia kini bisa dinikmati dalam bentuk album berjudul Life Music—sebuah proyek unik hasil kolaborasi Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan agensi kreatif Moon Folks.

Album ini berisi sepuluh trek berdurasi rata-rata satu menit yang direkam dari lokasi-lokasi konservasi di seluruh Indonesia, seperti Raja Ampat, Danau Nyadeng, Hutan Wehea di Berau, Kalimantan Timur, hingga lahan gambut di Muara Siram dan Teluk Semanting yang merupakan wilayah kerja YKAN. Ide awal proyek ini berangkat dari kebiasaan tim Moon Folks yang kerap mendengarkan white noise untuk meredakan stres, hingga kemudian berpindah ke suara alam. Namun, muncul pertanyaan: siapa yang mendapat manfaat dari suara alam yang digunakan sembarangan di platform digital?

Dari keprihatinan ini, Moon Folks menggagas gagasan bahwa alam sebagai “pemusik” seharusnya juga menerima royalti. Gagasan ini mendapat sambutan hangat dari YKAN, terutama karena bertepatan dengan perayaan satu dekade kiprah YKAN di Indonesia pada tahun 2024. Direktur Komunikasi YKAN, Priscilla Christin, atau yang akrab disapa Cilla, menyatakan bahwa suara alam bukan hanya menenangkan, tetapi juga mengingatkan manusia akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Perekaman suara dilakukan secara partisipatif oleh staf lapangan dan masyarakat sekitar dengan alat sederhana seperti ponsel. Hasil rekaman dikirim ke tim produksi untuk dimurnikan sehingga menghasilkan suara yang jernih dan hidup. Salah satu trek, Harmony of Wehea Forest, bahkan memperdengarkan suara bekantan dan kicauan burung yang terasa nyata, seakan membawa pendengar langsung ke tengah hutan tropis.

Album ini tidak hanya sebagai karya seni, tetapi juga sebagai bentuk advokasi lingkungan yang menyentuh hati. Kementerian Kehutanan melalui Direktur KSDAE, Nandang Prihadi, mengapresiasi peluncuran album yang dianggap sejalan dengan peringatan Hari Bumi. Ia menilai musik adalah media universal yang dapat membangkitkan kesadaran dan mendorong aksi nyata untuk kelestarian alam.

Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto, menambahkan bahwa suara-suara alam membawa manfaat emosional bagi manusia. Ketenangan dari deburan ombak, kebahagiaan dari nyanyian burung—semuanya merupakan anugerah yang bisa hilang jika alam rusak. Oleh karena itu, melalui album ini, diharapkan masyarakat lebih menghargai dan tidak menganggap remeh keberadaan alam.

Seluruh royalti dari pemutaran album di Spotify dan YouTube akan dikumpulkan YKAN dan disalurkan untuk mendukung program konservasi di berbagai wilayah Indonesia. Salah satu kegiatan yang sudah berjalan adalah ekspedisi ilmiah pada 15–30 April 2025 di Kepulauan Teon, Nila, dan Serua di Maluku Tengah. Ekspedisi ini mencakup berbagai survei untuk mengumpulkan data dasar sebagai landasan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut berbasis masyarakat.

Melalui Life Music, Moon Folks dan YKAN tak hanya menghadirkan suara yang menenangkan, tapi juga membuka ruang baru untuk memperjuangkan alam sebagai sumber inspirasi sekaligus subjek yang patut dihargai. Kini, saatnya manusia mengembalikan “royalti” kepada alam yang selama ini telah memberi tanpa pamrih. (Courtsey Picture : Ilustrasi Penulis)

Ketika Alam Bernyanyi: Life Music, Simfoni Kehidupan dari Hutan dan Laut Nusantara

Last Updated: May 5, 2025By

Jakarta, Sofund.news – Di tengah kesibukan dan hiruk pikuk kehidupan modern, musik telah menjadi teman setia banyak orang dalam menjalani keseharian. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan mendengarkan musik alami dari semesta? Dari keheningan hutan hingga gemuruh ombak, suara alam Indonesia kini bisa dinikmati dalam bentuk album berjudul Life Music—sebuah proyek unik hasil kolaborasi Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan agensi kreatif Moon Folks.

Album ini berisi sepuluh trek berdurasi rata-rata satu menit yang direkam dari lokasi-lokasi konservasi di seluruh Indonesia, seperti Raja Ampat, Danau Nyadeng, Hutan Wehea di Berau, Kalimantan Timur, hingga lahan gambut di Muara Siram dan Teluk Semanting yang merupakan wilayah kerja YKAN. Ide awal proyek ini berangkat dari kebiasaan tim Moon Folks yang kerap mendengarkan white noise untuk meredakan stres, hingga kemudian berpindah ke suara alam. Namun, muncul pertanyaan: siapa yang mendapat manfaat dari suara alam yang digunakan sembarangan di platform digital?

Dari keprihatinan ini, Moon Folks menggagas gagasan bahwa alam sebagai “pemusik” seharusnya juga menerima royalti. Gagasan ini mendapat sambutan hangat dari YKAN, terutama karena bertepatan dengan perayaan satu dekade kiprah YKAN di Indonesia pada tahun 2024. Direktur Komunikasi YKAN, Priscilla Christin, atau yang akrab disapa Cilla, menyatakan bahwa suara alam bukan hanya menenangkan, tetapi juga mengingatkan manusia akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Perekaman suara dilakukan secara partisipatif oleh staf lapangan dan masyarakat sekitar dengan alat sederhana seperti ponsel. Hasil rekaman dikirim ke tim produksi untuk dimurnikan sehingga menghasilkan suara yang jernih dan hidup. Salah satu trek, Harmony of Wehea Forest, bahkan memperdengarkan suara bekantan dan kicauan burung yang terasa nyata, seakan membawa pendengar langsung ke tengah hutan tropis.

Album ini tidak hanya sebagai karya seni, tetapi juga sebagai bentuk advokasi lingkungan yang menyentuh hati. Kementerian Kehutanan melalui Direktur KSDAE, Nandang Prihadi, mengapresiasi peluncuran album yang dianggap sejalan dengan peringatan Hari Bumi. Ia menilai musik adalah media universal yang dapat membangkitkan kesadaran dan mendorong aksi nyata untuk kelestarian alam.

Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto, menambahkan bahwa suara-suara alam membawa manfaat emosional bagi manusia. Ketenangan dari deburan ombak, kebahagiaan dari nyanyian burung—semuanya merupakan anugerah yang bisa hilang jika alam rusak. Oleh karena itu, melalui album ini, diharapkan masyarakat lebih menghargai dan tidak menganggap remeh keberadaan alam.

Seluruh royalti dari pemutaran album di Spotify dan YouTube akan dikumpulkan YKAN dan disalurkan untuk mendukung program konservasi di berbagai wilayah Indonesia. Salah satu kegiatan yang sudah berjalan adalah ekspedisi ilmiah pada 15–30 April 2025 di Kepulauan Teon, Nila, dan Serua di Maluku Tengah. Ekspedisi ini mencakup berbagai survei untuk mengumpulkan data dasar sebagai landasan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut berbasis masyarakat.

Melalui Life Music, Moon Folks dan YKAN tak hanya menghadirkan suara yang menenangkan, tapi juga membuka ruang baru untuk memperjuangkan alam sebagai sumber inspirasi sekaligus subjek yang patut dihargai. Kini, saatnya manusia mengembalikan “royalti” kepada alam yang selama ini telah memberi tanpa pamrih. (Courtsey Picture : Ilustrasi Penulis)