Lonjakan Serangan Siber di Asia Pasifik Capai 51 Miliar, AI Jadi Pemicu Utama

Last Updated: May 2, 2025By Tags:

Jakarta, Sofund.news – Gelombang Serangan Siber Mencapai Rekor Tertinggi di Kawasan APJ. Kawasan Asia Pasifik dan Jepang (APJ) mengalami peningkatan serangan siber yang signifikan, mencapai 51 miliar serangan pada 2024, melonjak drastis dari 29 miliar di tahun sebelumnya. Lonjakan ini erat kaitannya dengan maraknya adopsi aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang memperluas celah keamanan digital. Laporan terbaru dari Akamai Technologies berjudul “State of Apps and API Security 2025: How AI Is Shifting the Digital Terrain” mengungkapkan bahwa kawasan APJ kini menjadi wilayah paling rentan di dunia, dengan kenaikan serangan aplikasi web sebesar 73% (year-over-year).

Menurut Reuben Koh, Director of Security Technology and Strategy Akamai Technologies APJ, lonjakan serangan ini tidak hanya mencerminkan percepatan transformasi digital di kawasan tersebut, tetapi juga menegaskan pentingnya peningkatan keamanan siber seiring dengan masifnya integrasi AI ke dalam operasional bisnis. “Ancaman siber terus berkembang, baik dari segi skala maupun kecanggihannya. Strategi keamanan harus beradaptasi dengan cepat,” tegasnya.

Australia, India, dan Singapura Jadi Sasaran Utama

Dari total serangan di kawasan APJ, tiga negara menjadi target utama:

  • Australia (20,3 miliar serangan)
  • India (17,3 miliar serangan)
  • Singapura (15,9 miliar serangan)

Sektor yang paling banyak diserang adalah jasa keuangan dan perdagangan, sejalan dengan tingginya adopsi AI di kedua industri tersebut. Teknologi AI, meskipun meningkatkan efisiensi bisnis, juga memperluas permukaan serangan (attack surface), memungkinkan pelaku kejahatan siber mengeksploitasi kerentanan baru.

Serangan API dan DDoS Layer 7 Meningkat Drastis

Secara global, serangan terhadap aplikasi web mencapai 311 miliar (naik 33%), sementara serangan terhadap Application Programming Interface (API) menembus 150 miliar dalam dua tahun terakhir. API berbasis AI dinilai sangat rentan karena sering kali memiliki kelemahan dalam otentikasi dan akses eksternal.

Selain itu, laporan Akamai mencatat lonjakan serangan Distributed Denial of Service (DDoS) Layer 7 sebesar 94% secara global, dengan sektor teknologi sebagai korban utama. Di kawasan APJ, serangan DDoS Layer 7 meningkat 66%, menjadikannya wilayah dengan target serangan kedua tertinggi di dunia. Negara yang paling terdampak adalah:

  • Singapura
  • India
  • Korea Selatan

Platform media digital dan e-commerce menjadi sektor yang paling menderita akibat serangan ini, mengganggu layanan dan merugikan bisnis.

Temuan Kritis Lainnya: Kerentanan API dan Teknik Serangan Canggih

Laporan Akamai juga mengungkap beberapa temuan penting lainnya secara global:

  1. Sektor Perdagangan Paling Banyak Diserang
    • Lebih dari 230 miliar serangan web menargetkan industri perdagangan, hampir tiga kali lipat lebih banyak daripada serangan di sektor teknologi.
  2. Celah Keamanan API Semakin Dieksploitasi
    • Insiden terkait OWASP API Top 10 meningkat 32%, menunjukkan lemahnya sistem autentikasi dan otorisasi yang dapat membocorkan data sensitif.
  3. Pemanfaatan AI oleh Hacker
    • Pemberitahuan keamanan berdasarkan kerangka MITRE naik 30%, karena pelaku serangan kini menggunakan teknik otomatisasi dan AI untuk mengeksploitasi API.
  4. Ancaman Shadow dan Zombie API
    • Shadow API (API tidak terdokumentasi) dan Zombie API (API yang sudah tidak digunakan tetapi masih aktif) menjadi vektor serangan baru yang sangat berisiko dalam ekosistem digital yang semakin kompleks.
Perlunya Percepatan Perlindungan Siber

Dengan pesatnya perkembangan AI dan transformasi digital, ancaman siber diperkirakan akan terus meningkat. Perusahaan di kawasan APJ harus segera memperkuat strategi keamanan mereka, terutama dalam mengamankan API, aplikasi web, dan infrastruktur cloud.

“Keamanan siber tidak bisa lagi dianggap sekadar tambahan, melainkan bagian kritis dari strategi bisnis di era AI,” pungkas Reuben Koh. Tanpa langkah antisipasi yang tepat, risiko gangguan operasional, kebocoran data, dan kerugian finansial akan semakin mengancam stabilitas ekonomi digital di kawasan ini.(Courtesy picture:Ilustrasi Penulis)

Lonjakan Serangan Siber di Asia Pasifik Capai 51 Miliar, AI Jadi Pemicu Utama

Last Updated: May 2, 2025By Tags:

Jakarta, Sofund.news – Gelombang Serangan Siber Mencapai Rekor Tertinggi di Kawasan APJ. Kawasan Asia Pasifik dan Jepang (APJ) mengalami peningkatan serangan siber yang signifikan, mencapai 51 miliar serangan pada 2024, melonjak drastis dari 29 miliar di tahun sebelumnya. Lonjakan ini erat kaitannya dengan maraknya adopsi aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang memperluas celah keamanan digital. Laporan terbaru dari Akamai Technologies berjudul “State of Apps and API Security 2025: How AI Is Shifting the Digital Terrain” mengungkapkan bahwa kawasan APJ kini menjadi wilayah paling rentan di dunia, dengan kenaikan serangan aplikasi web sebesar 73% (year-over-year).

Menurut Reuben Koh, Director of Security Technology and Strategy Akamai Technologies APJ, lonjakan serangan ini tidak hanya mencerminkan percepatan transformasi digital di kawasan tersebut, tetapi juga menegaskan pentingnya peningkatan keamanan siber seiring dengan masifnya integrasi AI ke dalam operasional bisnis. “Ancaman siber terus berkembang, baik dari segi skala maupun kecanggihannya. Strategi keamanan harus beradaptasi dengan cepat,” tegasnya.

Australia, India, dan Singapura Jadi Sasaran Utama

Dari total serangan di kawasan APJ, tiga negara menjadi target utama:

  • Australia (20,3 miliar serangan)
  • India (17,3 miliar serangan)
  • Singapura (15,9 miliar serangan)

Sektor yang paling banyak diserang adalah jasa keuangan dan perdagangan, sejalan dengan tingginya adopsi AI di kedua industri tersebut. Teknologi AI, meskipun meningkatkan efisiensi bisnis, juga memperluas permukaan serangan (attack surface), memungkinkan pelaku kejahatan siber mengeksploitasi kerentanan baru.

Serangan API dan DDoS Layer 7 Meningkat Drastis

Secara global, serangan terhadap aplikasi web mencapai 311 miliar (naik 33%), sementara serangan terhadap Application Programming Interface (API) menembus 150 miliar dalam dua tahun terakhir. API berbasis AI dinilai sangat rentan karena sering kali memiliki kelemahan dalam otentikasi dan akses eksternal.

Selain itu, laporan Akamai mencatat lonjakan serangan Distributed Denial of Service (DDoS) Layer 7 sebesar 94% secara global, dengan sektor teknologi sebagai korban utama. Di kawasan APJ, serangan DDoS Layer 7 meningkat 66%, menjadikannya wilayah dengan target serangan kedua tertinggi di dunia. Negara yang paling terdampak adalah:

  • Singapura
  • India
  • Korea Selatan

Platform media digital dan e-commerce menjadi sektor yang paling menderita akibat serangan ini, mengganggu layanan dan merugikan bisnis.

Temuan Kritis Lainnya: Kerentanan API dan Teknik Serangan Canggih

Laporan Akamai juga mengungkap beberapa temuan penting lainnya secara global:

  1. Sektor Perdagangan Paling Banyak Diserang
    • Lebih dari 230 miliar serangan web menargetkan industri perdagangan, hampir tiga kali lipat lebih banyak daripada serangan di sektor teknologi.
  2. Celah Keamanan API Semakin Dieksploitasi
    • Insiden terkait OWASP API Top 10 meningkat 32%, menunjukkan lemahnya sistem autentikasi dan otorisasi yang dapat membocorkan data sensitif.
  3. Pemanfaatan AI oleh Hacker
    • Pemberitahuan keamanan berdasarkan kerangka MITRE naik 30%, karena pelaku serangan kini menggunakan teknik otomatisasi dan AI untuk mengeksploitasi API.
  4. Ancaman Shadow dan Zombie API
    • Shadow API (API tidak terdokumentasi) dan Zombie API (API yang sudah tidak digunakan tetapi masih aktif) menjadi vektor serangan baru yang sangat berisiko dalam ekosistem digital yang semakin kompleks.
Perlunya Percepatan Perlindungan Siber

Dengan pesatnya perkembangan AI dan transformasi digital, ancaman siber diperkirakan akan terus meningkat. Perusahaan di kawasan APJ harus segera memperkuat strategi keamanan mereka, terutama dalam mengamankan API, aplikasi web, dan infrastruktur cloud.

“Keamanan siber tidak bisa lagi dianggap sekadar tambahan, melainkan bagian kritis dari strategi bisnis di era AI,” pungkas Reuben Koh. Tanpa langkah antisipasi yang tepat, risiko gangguan operasional, kebocoran data, dan kerugian finansial akan semakin mengancam stabilitas ekonomi digital di kawasan ini.(Courtesy picture:Ilustrasi Penulis)