Menekan Beban Subsidi: Transformasi Pengecer Elpiji 3 Kg Menjadi Pangkalan Resmi

Last Updated: February 3, 2025By Tags: ,

(Jakarta-News.Sofund.id) Pemerintah terus berupaya mengendalikan beban subsidi elpiji 3 kg yang terus meningkat seiring bertambahnya kuota yang dialokasikan setiap tahun. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah mengangkat pengecer elpiji bersubsidi menjadi pangkalan resmi. Namun, efektivitas kebijakan ini masih menjadi tanda tanya, terutama terkait dengan distribusi dan ketepatan sasaran penerima subsidi.

Sofyano Zakaria, pengamat kebijakan energi dari Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), menilai bahwa keberhasilan kebijakan ini bergantung pada penguatan regulasi yang lebih tegas dalam mengatur distribusi elpiji bersubsidi. Menurutnya, jika tujuan utama kebijakan ini adalah memastikan penyaluran elpiji lebih tepat sasaran, maka yang lebih dibutuhkan adalah aturan yang jelas mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan elpiji bersubsidi, bukan hanya sekadar mengubah status pengecer menjadi pangkalan resmi.

Saat ini, aturan yang mengatur penggunaan elpiji 3 kg, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007, masih memiliki banyak celah dalam implementasinya. Meskipun dalam aturan tersebut disebutkan bahwa elpiji subsidi hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro, pada kenyataannya siapa saja masih bisa membelinya tanpa ada kontrol ketat. Bahkan, usaha menengah pun kerap dianggap sebagai usaha mikro, sehingga mereka masih bisa mengakses elpiji subsidi dengan mudah.

Selain aspek regulasi, Sofyano juga menyoroti daya tarik bagi pengecer untuk beralih menjadi pangkalan resmi. Salah satu kendala utama adalah margin keuntungan yang lebih rendah dibandingkan saat mereka masih berstatus pengecer. Di sisi lain, masyarakat lebih memilih membeli dari pengecer karena layanan antar ke rumah yang lebih praktis. Oleh karena itu, transformasi pengecer menjadi pangkalan harus disertai dengan dukungan penuh, termasuk insentif yang menarik bagi para pengecer agar bersedia mengikuti perubahan ini. Jika tidak, ada kemungkinan kebijakan ini justru tidak akan berdampak signifikan dalam mengurangi anggaran subsidi.

PT Pertamina Patra Niaga pun mengimbau masyarakat untuk membeli elpiji 3 kg langsung di pangkalan resmi. Langkah ini bertujuan agar masyarakat bisa mendapatkan harga sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah. Saat ini, harga elpiji subsidi 3 kg seharusnya sebesar Rp 12.750 per tabung, tetapi di tingkat pengecer bisa melonjak hingga Rp 20.000 per tabung. Jika tanpa subsidi, harga asli elpiji 3 kg bisa mencapai Rp 42.750 per tabung.

Kebijakan perubahan status pengecer menjadi pangkalan resmi yang mulai diterapkan sejak 1 Februari 2025 juga diharapkan dapat mengendalikan harga di pasar agar tidak melebihi HET. Selain itu, pemerintah tengah menerapkan pembatasan pembelian elpiji 3 kg guna memastikan bahwa subsidi energi benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak.

Transformasi ini menjadi langkah penting dalam memastikan subsidi yang dikeluarkan pemerintah tepat sasaran. Namun, tanpa regulasi yang kuat dan pengawasan ketat, kebijakan ini berisiko tidak berjalan efektif. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus memantau implementasi kebijakan ini serta memberikan solusi bagi para pengecer agar tetap memiliki insentif untuk beralih menjadi pangkalan resmi. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif, upaya menekan beban subsidi elpiji 3 kg dapat berjalan optimal tanpa merugikan masyarakat maupun pelaku usaha kecil yang bergantung pada bahan bakar bersubsidi ini.(Courtesy picture:Ilustrasi Gas Elpiji 3kg)

Menekan Beban Subsidi: Transformasi Pengecer Elpiji 3 Kg Menjadi Pangkalan Resmi

Last Updated: February 3, 2025By Tags: ,

(Jakarta-News.Sofund.id) Pemerintah terus berupaya mengendalikan beban subsidi elpiji 3 kg yang terus meningkat seiring bertambahnya kuota yang dialokasikan setiap tahun. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah mengangkat pengecer elpiji bersubsidi menjadi pangkalan resmi. Namun, efektivitas kebijakan ini masih menjadi tanda tanya, terutama terkait dengan distribusi dan ketepatan sasaran penerima subsidi.

Sofyano Zakaria, pengamat kebijakan energi dari Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), menilai bahwa keberhasilan kebijakan ini bergantung pada penguatan regulasi yang lebih tegas dalam mengatur distribusi elpiji bersubsidi. Menurutnya, jika tujuan utama kebijakan ini adalah memastikan penyaluran elpiji lebih tepat sasaran, maka yang lebih dibutuhkan adalah aturan yang jelas mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan elpiji bersubsidi, bukan hanya sekadar mengubah status pengecer menjadi pangkalan resmi.

Saat ini, aturan yang mengatur penggunaan elpiji 3 kg, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007, masih memiliki banyak celah dalam implementasinya. Meskipun dalam aturan tersebut disebutkan bahwa elpiji subsidi hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro, pada kenyataannya siapa saja masih bisa membelinya tanpa ada kontrol ketat. Bahkan, usaha menengah pun kerap dianggap sebagai usaha mikro, sehingga mereka masih bisa mengakses elpiji subsidi dengan mudah.

Selain aspek regulasi, Sofyano juga menyoroti daya tarik bagi pengecer untuk beralih menjadi pangkalan resmi. Salah satu kendala utama adalah margin keuntungan yang lebih rendah dibandingkan saat mereka masih berstatus pengecer. Di sisi lain, masyarakat lebih memilih membeli dari pengecer karena layanan antar ke rumah yang lebih praktis. Oleh karena itu, transformasi pengecer menjadi pangkalan harus disertai dengan dukungan penuh, termasuk insentif yang menarik bagi para pengecer agar bersedia mengikuti perubahan ini. Jika tidak, ada kemungkinan kebijakan ini justru tidak akan berdampak signifikan dalam mengurangi anggaran subsidi.

PT Pertamina Patra Niaga pun mengimbau masyarakat untuk membeli elpiji 3 kg langsung di pangkalan resmi. Langkah ini bertujuan agar masyarakat bisa mendapatkan harga sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah. Saat ini, harga elpiji subsidi 3 kg seharusnya sebesar Rp 12.750 per tabung, tetapi di tingkat pengecer bisa melonjak hingga Rp 20.000 per tabung. Jika tanpa subsidi, harga asli elpiji 3 kg bisa mencapai Rp 42.750 per tabung.

Kebijakan perubahan status pengecer menjadi pangkalan resmi yang mulai diterapkan sejak 1 Februari 2025 juga diharapkan dapat mengendalikan harga di pasar agar tidak melebihi HET. Selain itu, pemerintah tengah menerapkan pembatasan pembelian elpiji 3 kg guna memastikan bahwa subsidi energi benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak.

Transformasi ini menjadi langkah penting dalam memastikan subsidi yang dikeluarkan pemerintah tepat sasaran. Namun, tanpa regulasi yang kuat dan pengawasan ketat, kebijakan ini berisiko tidak berjalan efektif. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus memantau implementasi kebijakan ini serta memberikan solusi bagi para pengecer agar tetap memiliki insentif untuk beralih menjadi pangkalan resmi. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif, upaya menekan beban subsidi elpiji 3 kg dapat berjalan optimal tanpa merugikan masyarakat maupun pelaku usaha kecil yang bergantung pada bahan bakar bersubsidi ini.(Courtesy picture:Ilustrasi Gas Elpiji 3kg)