Pagi yang Cerah, Malam yang Suram: Menyingkap Irama Emosi Manusia Sepanjang Hari
Jakarta, Sofund.news – Manusia memiliki berbagai dinamika emosi yang fluktuatif dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai momen, suasana hati seseorang bisa berubah-ubah tanpa sebab yang tampak jelas. Namun, apakah ada pola waktu tertentu yang membuat manusia cenderung merasa lebih bahagia atau justru lebih muram? Sebuah studi menarik yang dilakukan oleh tim peneliti dari University College London (UCL) telah mencoba menjawab pertanyaan tersebut, dengan memetakan pergerakan suasana hati berdasarkan waktu dalam sehari, serta hari dalam seminggu. Hasil penelitian ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana emosi manusia ternyata memiliki irama yang bisa diprediksi, berkaitan erat dengan waktu.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan data besar (big data) yang dikumpulkan dalam kurun waktu dua tahun, sejak Maret 2020 hingga Maret 2022. Tim peneliti menggali informasi dari responden yang menjawab beberapa pertanyaan mendalam seputar suasana hati dan persepsi terhadap kualitas hidup. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain mencakup, “Dalam seminggu terakhir, seberapa bahagia perasaan kamu?”, “Seberapa puaskah kamu dengan hidupmu?”, dan “Sejauh mana kamu merasa bahwa hal-hal yang kamu lakukan dalam hidupmu memiliki nilai atau makna?”
Fefei Bu, salah satu peneliti utama dari Departemen Penelitian Ilmu Perilaku dan Kesehatan di UCL, menjelaskan bahwa data yang terkumpul memperlihatkan pola yang konsisten dalam kaitannya dengan waktu dan kondisi kesehatan mental seseorang. Penemuan ini tidak hanya membuka jendela baru dalam memahami dinamika keseharian manusia, tetapi juga menawarkan kemungkinan intervensi dan penyesuaian gaya hidup agar suasana hati dapat dikelola lebih baik.
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa pagi hari merupakan waktu yang paling baik bagi kondisi mental seseorang. Di awal hari, responden cenderung merasa lebih bahagia, lebih puas terhadap kehidupan yang dijalani, dan merasakan bahwa aktivitas yang mereka lakukan memiliki makna. Kondisi ini tidak hanya berlaku pada satu kelompok tertentu, melainkan ditemukan secara konsisten di berbagai kelompok usia, jenis kelamin, dan latar belakang sosial ekonomi.
Penurunan suasana hati secara signifikan mulai terjadi setelah sore hari, dan mencapai titik terendahnya pada tengah malam. Inilah yang disebut sebagai “zona merah emosional”, di mana banyak orang mengalami gejolak emosi negatif seperti kecemasan, ketidakpuasan, dan perasaan hampa. Menariknya, pola ini tetap bertahan meskipun faktor-faktor individual seperti usia, jenis kelamin, dan status pekerjaan diperhitungkan.
Mengapa pagi hari bisa membawa perasaan bahagia yang lebih tinggi? Salah satu alasannya bisa jadi karena pagi adalah saat ketika seseorang memulai aktivitas dengan harapan dan energi baru. Paparan cahaya matahari pagi, rutinitas yang terstruktur, serta harapan terhadap pencapaian hari tersebut turut memperkuat perasaan positif. Sebaliknya, saat malam hari, tubuh dan pikiran mulai kelelahan. Beban yang ditanggung sepanjang hari, rasa cemas terhadap hari esok, serta kurangnya aktivitas positif pada malam hari berkontribusi terhadap penurunan suasana hati secara drastis.
Lebih lanjut, penelitian ini juga mengungkap bahwa hari dalam seminggu memiliki dampak terhadap tingkat kebahagiaan. Responden mengaku merasa paling bahagia pada pagi hari di akhir pekan, terutama pada hari Minggu dan Sabtu. Ini berkaitan erat dengan pola sosial dan beban kerja yang umumnya lebih ringan pada akhir pekan. Tanpa tekanan pekerjaan, manusia dapat menikmati waktu untuk diri sendiri, keluarga, atau aktivitas yang menyenangkan. Tak heran, Minggu pagi menempati posisi puncak sebagai momen kebahagiaan tertinggi dalam seminggu.
Kepuasan hidup dan rasa berharga terhadap hidup juga mencapai titik tertinggi pada akhir pekan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memerlukan waktu istirahat dan refleksi untuk mengembalikan keseimbangan emosionalnya. Hari Minggu menjadi waktu yang paling minim gejala kecemasan. Namun, meski akhir pekan cenderung membahagiakan, penurunan suasana hati tetap tak terelakkan saat memasuki tengah malam. Ini mempertegas fakta bahwa waktu biologis tubuh memiliki pengaruh kuat terhadap kondisi emosional, yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Penelitian ini bukan hanya menyajikan data statistik, melainkan juga menyampaikan pesan penting bagi kehidupan sehari-hari. Pemahaman bahwa pagi hari adalah waktu terbaik untuk merasa bahagia bisa dijadikan dasar untuk merancang aktivitas yang lebih positif pada waktu tersebut. Mulai dari berolahraga, melakukan pekerjaan kreatif, hingga membangun interaksi sosial yang berkualitas, semua bisa dijadwalkan di pagi hari demi mendukung kesehatan mental.
Sebaliknya, malam hari, terutama menjelang tengah malam, sebaiknya dihindari untuk aktivitas berat atau pengambilan keputusan penting. Di waktu-waktu ini, ketika suasana hati cenderung negatif, seseorang lebih rentan mengambil keputusan impulsif atau terjebak dalam pikiran-pikiran yang merusak.
Studi ini juga memberi peluang bagi pengembangan intervensi kesehatan mental yang berbasis waktu. Misalnya, layanan konseling atau terapi bisa disesuaikan dengan waktu-waktu ketika pasien paling membutuhkan dukungan emosional, yaitu menjelang malam. Aplikasi kesehatan mental atau program mindfulness bisa memberikan notifikasi atau aktivitas tambahan saat malam hari untuk membantu meredam perasaan negatif.
Sebagai tambahan, hasil penelitian ini juga bisa menjadi acuan dalam dunia kerja. Banyak perusahaan kini mulai mempertimbangkan kesehatan mental karyawan sebagai bagian dari strategi produktivitas. Dengan mengetahui bahwa pagi hari adalah waktu emas bagi kebahagiaan dan motivasi, jadwal kerja bisa disusun untuk memaksimalkan produktivitas di awal hari, serta memberikan keleluasaan lebih menjelang malam.
Namun demikian, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki ritme biologis yang unik. Ada sebagian orang yang dikenal sebagai “night owl” atau burung hantu malam, yang justru merasa paling produktif saat malam hari. Meski demikian, secara umum, tren yang ditunjukkan oleh penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas manusia mengalami penurunan suasana hati secara konsisten setelah malam menjelang.
Dalam kesimpulannya, Fefei Bu menekankan bahwa temuan ini menunjukkan betapa pentingnya memperhatikan pola waktu dalam menjaga kesehatan mental. “Dalam sampel yang besar dan beragam, kami berulang kali melihat bahwa pagi hari selaras dengan kesehatan mental yang lebih baik, dan tengah malam dengan yang terendah,” ujarnya. Penelitiannya memperlihatkan bahwa waktu bukan hanya faktor penunjuk jam, tetapi juga memiliki dampak psikologis yang nyata dan mendalam terhadap kualitas hidup seseorang.
Di tengah gaya hidup modern yang serba cepat dan penuh tekanan, memahami ritme emosi harian bisa menjadi kunci penting dalam menjaga kesehatan mental yang seimbang. Penelitian ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap detik yang berlalu, ada gelombang perasaan yang mengalir, membentuk cerita batin manusia yang penuh warna. Maka dari itu, mari gunakan waktu pagi untuk menanamkan harapan dan semangat, serta menutup hari dengan refleksi dan kedamaian, demi jiwa yang lebih sehat dan bahagia. (Courtsey Picture : Ilustrasi Penulis)
Pagi yang Cerah, Malam yang Suram: Menyingkap Irama Emosi Manusia Sepanjang Hari
Jakarta, Sofund.news – Manusia memiliki berbagai dinamika emosi yang fluktuatif dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai momen, suasana hati seseorang bisa berubah-ubah tanpa sebab yang tampak jelas. Namun, apakah ada pola waktu tertentu yang membuat manusia cenderung merasa lebih bahagia atau justru lebih muram? Sebuah studi menarik yang dilakukan oleh tim peneliti dari University College London (UCL) telah mencoba menjawab pertanyaan tersebut, dengan memetakan pergerakan suasana hati berdasarkan waktu dalam sehari, serta hari dalam seminggu. Hasil penelitian ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana emosi manusia ternyata memiliki irama yang bisa diprediksi, berkaitan erat dengan waktu.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan data besar (big data) yang dikumpulkan dalam kurun waktu dua tahun, sejak Maret 2020 hingga Maret 2022. Tim peneliti menggali informasi dari responden yang menjawab beberapa pertanyaan mendalam seputar suasana hati dan persepsi terhadap kualitas hidup. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain mencakup, “Dalam seminggu terakhir, seberapa bahagia perasaan kamu?”, “Seberapa puaskah kamu dengan hidupmu?”, dan “Sejauh mana kamu merasa bahwa hal-hal yang kamu lakukan dalam hidupmu memiliki nilai atau makna?”
Fefei Bu, salah satu peneliti utama dari Departemen Penelitian Ilmu Perilaku dan Kesehatan di UCL, menjelaskan bahwa data yang terkumpul memperlihatkan pola yang konsisten dalam kaitannya dengan waktu dan kondisi kesehatan mental seseorang. Penemuan ini tidak hanya membuka jendela baru dalam memahami dinamika keseharian manusia, tetapi juga menawarkan kemungkinan intervensi dan penyesuaian gaya hidup agar suasana hati dapat dikelola lebih baik.
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa pagi hari merupakan waktu yang paling baik bagi kondisi mental seseorang. Di awal hari, responden cenderung merasa lebih bahagia, lebih puas terhadap kehidupan yang dijalani, dan merasakan bahwa aktivitas yang mereka lakukan memiliki makna. Kondisi ini tidak hanya berlaku pada satu kelompok tertentu, melainkan ditemukan secara konsisten di berbagai kelompok usia, jenis kelamin, dan latar belakang sosial ekonomi.
Penurunan suasana hati secara signifikan mulai terjadi setelah sore hari, dan mencapai titik terendahnya pada tengah malam. Inilah yang disebut sebagai “zona merah emosional”, di mana banyak orang mengalami gejolak emosi negatif seperti kecemasan, ketidakpuasan, dan perasaan hampa. Menariknya, pola ini tetap bertahan meskipun faktor-faktor individual seperti usia, jenis kelamin, dan status pekerjaan diperhitungkan.
Mengapa pagi hari bisa membawa perasaan bahagia yang lebih tinggi? Salah satu alasannya bisa jadi karena pagi adalah saat ketika seseorang memulai aktivitas dengan harapan dan energi baru. Paparan cahaya matahari pagi, rutinitas yang terstruktur, serta harapan terhadap pencapaian hari tersebut turut memperkuat perasaan positif. Sebaliknya, saat malam hari, tubuh dan pikiran mulai kelelahan. Beban yang ditanggung sepanjang hari, rasa cemas terhadap hari esok, serta kurangnya aktivitas positif pada malam hari berkontribusi terhadap penurunan suasana hati secara drastis.
Lebih lanjut, penelitian ini juga mengungkap bahwa hari dalam seminggu memiliki dampak terhadap tingkat kebahagiaan. Responden mengaku merasa paling bahagia pada pagi hari di akhir pekan, terutama pada hari Minggu dan Sabtu. Ini berkaitan erat dengan pola sosial dan beban kerja yang umumnya lebih ringan pada akhir pekan. Tanpa tekanan pekerjaan, manusia dapat menikmati waktu untuk diri sendiri, keluarga, atau aktivitas yang menyenangkan. Tak heran, Minggu pagi menempati posisi puncak sebagai momen kebahagiaan tertinggi dalam seminggu.
Kepuasan hidup dan rasa berharga terhadap hidup juga mencapai titik tertinggi pada akhir pekan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memerlukan waktu istirahat dan refleksi untuk mengembalikan keseimbangan emosionalnya. Hari Minggu menjadi waktu yang paling minim gejala kecemasan. Namun, meski akhir pekan cenderung membahagiakan, penurunan suasana hati tetap tak terelakkan saat memasuki tengah malam. Ini mempertegas fakta bahwa waktu biologis tubuh memiliki pengaruh kuat terhadap kondisi emosional, yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Penelitian ini bukan hanya menyajikan data statistik, melainkan juga menyampaikan pesan penting bagi kehidupan sehari-hari. Pemahaman bahwa pagi hari adalah waktu terbaik untuk merasa bahagia bisa dijadikan dasar untuk merancang aktivitas yang lebih positif pada waktu tersebut. Mulai dari berolahraga, melakukan pekerjaan kreatif, hingga membangun interaksi sosial yang berkualitas, semua bisa dijadwalkan di pagi hari demi mendukung kesehatan mental.
Sebaliknya, malam hari, terutama menjelang tengah malam, sebaiknya dihindari untuk aktivitas berat atau pengambilan keputusan penting. Di waktu-waktu ini, ketika suasana hati cenderung negatif, seseorang lebih rentan mengambil keputusan impulsif atau terjebak dalam pikiran-pikiran yang merusak.
Studi ini juga memberi peluang bagi pengembangan intervensi kesehatan mental yang berbasis waktu. Misalnya, layanan konseling atau terapi bisa disesuaikan dengan waktu-waktu ketika pasien paling membutuhkan dukungan emosional, yaitu menjelang malam. Aplikasi kesehatan mental atau program mindfulness bisa memberikan notifikasi atau aktivitas tambahan saat malam hari untuk membantu meredam perasaan negatif.
Sebagai tambahan, hasil penelitian ini juga bisa menjadi acuan dalam dunia kerja. Banyak perusahaan kini mulai mempertimbangkan kesehatan mental karyawan sebagai bagian dari strategi produktivitas. Dengan mengetahui bahwa pagi hari adalah waktu emas bagi kebahagiaan dan motivasi, jadwal kerja bisa disusun untuk memaksimalkan produktivitas di awal hari, serta memberikan keleluasaan lebih menjelang malam.
Namun demikian, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki ritme biologis yang unik. Ada sebagian orang yang dikenal sebagai “night owl” atau burung hantu malam, yang justru merasa paling produktif saat malam hari. Meski demikian, secara umum, tren yang ditunjukkan oleh penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas manusia mengalami penurunan suasana hati secara konsisten setelah malam menjelang.
Dalam kesimpulannya, Fefei Bu menekankan bahwa temuan ini menunjukkan betapa pentingnya memperhatikan pola waktu dalam menjaga kesehatan mental. “Dalam sampel yang besar dan beragam, kami berulang kali melihat bahwa pagi hari selaras dengan kesehatan mental yang lebih baik, dan tengah malam dengan yang terendah,” ujarnya. Penelitiannya memperlihatkan bahwa waktu bukan hanya faktor penunjuk jam, tetapi juga memiliki dampak psikologis yang nyata dan mendalam terhadap kualitas hidup seseorang.
Di tengah gaya hidup modern yang serba cepat dan penuh tekanan, memahami ritme emosi harian bisa menjadi kunci penting dalam menjaga kesehatan mental yang seimbang. Penelitian ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap detik yang berlalu, ada gelombang perasaan yang mengalir, membentuk cerita batin manusia yang penuh warna. Maka dari itu, mari gunakan waktu pagi untuk menanamkan harapan dan semangat, serta menutup hari dengan refleksi dan kedamaian, demi jiwa yang lebih sehat dan bahagia. (Courtsey Picture : Ilustrasi Penulis)