Pemerintah Siap Longgarkan Batas Gaji MBR, Rumah Subsidi Bisa Diakses Lebih Banyak Warga
Jakarta, Sofund.news – Pemerintah tengah mempersiapkan aturan baru terkait syarat penerima rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait—yang akrab disapa Ara—menyatakan komitmennya untuk segera menerbitkan regulasi yang memperluas batas maksimal penghasilan MBR, sehingga lebih banyak masyarakat bisa mendapatkan akses ke hunian layak dengan skema subsidi.
Rencananya, keputusan menteri (kepmen) mengenai hal ini akan dikeluarkan pada 21 April 2025, bertepatan dengan Hari Kartini. Namun, rencana tersebut urung terlaksana. Meski begitu, Ara tetap optimistis bahwa regulasi tersebut akan dirilis dalam waktu dekat, kemungkinan besar pada pekan ini, setelah melalui koordinasi dengan Kementerian Hukum dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Langkah ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini, termasuk inflasi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir serta melemahnya daya beli masyarakat. Ara menjelaskan bahwa pemerintah ingin menyesuaikan batas penghasilan MBR agar lebih relevan dengan kondisi terkini, sehingga tidak hanya menyasar kelompok masyarakat yang benar-benar miskin secara absolut, tetapi juga kalangan menengah ke bawah yang terdampak tekanan ekonomi.
Kebijakan baru ini akan mengubah batas maksimal penghasilan penerima subsidi perumahan. Jika sebelumnya rentangnya adalah Rp0 hingga Rp7 juta, maka nantinya akan diperluas menjadi Rp0 hingga sekitar Rp12 juta hingga Rp14 juta. Tujuan utama dari relaksasi syarat ini adalah agar akses terhadap rumah subsidi semakin merata dan menjangkau lebih banyak kalangan, termasuk mereka yang berada di batas atas kategori MBR. Ara juga menekankan pentingnya pemahaman yang benar di tengah masyarakat, sebab perubahan ini bukan menaikkan batas minimal gaji, melainkan batas maksimal.
Selain regulasi soal MBR, Menteri PKP juga mengakui bahwa kuota rumah subsidi lewat skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) saat ini sudah nyaris habis. Ini karena alokasinya telah dibagikan ke berbagai kelompok profesi, seperti petani, buruh, nelayan, tenaga kesehatan, hingga wartawan. Walau begitu, ia menyatakan bahwa kementeriannya telah mendapat dukungan dari sejumlah pemangku kepentingan dan memberikan sinyal positif akan adanya penambahan kuota FLPP pada Juni 2025 mendatang.
Penambahan kuota ini dinilai penting untuk menjaga kesinambungan program perumahan subsidi serta memberikan kepastian kepada pengembang, bank, dan calon konsumen. Dengan pengalokasian kuota berdasarkan kategori profesi, program ini dinilai lebih terarah dan mampu menjawab kebutuhan secara lebih spesifik. Pemerintah berharap kebijakan ini akan memberikan dampak nyata dalam mendukung hak dasar masyarakat atas hunian yang layak.(Courtesy picture:Ilustrasi perumahan)
Pemerintah Siap Longgarkan Batas Gaji MBR, Rumah Subsidi Bisa Diakses Lebih Banyak Warga
Jakarta, Sofund.news – Pemerintah tengah mempersiapkan aturan baru terkait syarat penerima rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait—yang akrab disapa Ara—menyatakan komitmennya untuk segera menerbitkan regulasi yang memperluas batas maksimal penghasilan MBR, sehingga lebih banyak masyarakat bisa mendapatkan akses ke hunian layak dengan skema subsidi.
Rencananya, keputusan menteri (kepmen) mengenai hal ini akan dikeluarkan pada 21 April 2025, bertepatan dengan Hari Kartini. Namun, rencana tersebut urung terlaksana. Meski begitu, Ara tetap optimistis bahwa regulasi tersebut akan dirilis dalam waktu dekat, kemungkinan besar pada pekan ini, setelah melalui koordinasi dengan Kementerian Hukum dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Langkah ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini, termasuk inflasi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir serta melemahnya daya beli masyarakat. Ara menjelaskan bahwa pemerintah ingin menyesuaikan batas penghasilan MBR agar lebih relevan dengan kondisi terkini, sehingga tidak hanya menyasar kelompok masyarakat yang benar-benar miskin secara absolut, tetapi juga kalangan menengah ke bawah yang terdampak tekanan ekonomi.
Kebijakan baru ini akan mengubah batas maksimal penghasilan penerima subsidi perumahan. Jika sebelumnya rentangnya adalah Rp0 hingga Rp7 juta, maka nantinya akan diperluas menjadi Rp0 hingga sekitar Rp12 juta hingga Rp14 juta. Tujuan utama dari relaksasi syarat ini adalah agar akses terhadap rumah subsidi semakin merata dan menjangkau lebih banyak kalangan, termasuk mereka yang berada di batas atas kategori MBR. Ara juga menekankan pentingnya pemahaman yang benar di tengah masyarakat, sebab perubahan ini bukan menaikkan batas minimal gaji, melainkan batas maksimal.
Selain regulasi soal MBR, Menteri PKP juga mengakui bahwa kuota rumah subsidi lewat skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) saat ini sudah nyaris habis. Ini karena alokasinya telah dibagikan ke berbagai kelompok profesi, seperti petani, buruh, nelayan, tenaga kesehatan, hingga wartawan. Walau begitu, ia menyatakan bahwa kementeriannya telah mendapat dukungan dari sejumlah pemangku kepentingan dan memberikan sinyal positif akan adanya penambahan kuota FLPP pada Juni 2025 mendatang.
Penambahan kuota ini dinilai penting untuk menjaga kesinambungan program perumahan subsidi serta memberikan kepastian kepada pengembang, bank, dan calon konsumen. Dengan pengalokasian kuota berdasarkan kategori profesi, program ini dinilai lebih terarah dan mampu menjawab kebutuhan secara lebih spesifik. Pemerintah berharap kebijakan ini akan memberikan dampak nyata dalam mendukung hak dasar masyarakat atas hunian yang layak.(Courtesy picture:Ilustrasi perumahan)