Pemerintah Targetkan Revisi UU TNI Selesai Sebelum Reses DPR, Fokus pada Tiga Pasal Krusial
Jakarta, Sofund.news – Pemerintah menargetkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dapat diselesaikan sebelum masa reses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI atau sebelum libur Lebaran tahun ini, yang jatuh pada Idulfitri 1446 Hijriah. DPR akan memasuki masa reses mulai Jumat, 21 Maret 2025. Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemenhan) telah ditugaskan untuk memimpin kelompok kerja yang akan membahas tiga pasal krusial dalam RUU TNI.
Sjafrie berharap pembahasan revisi UU TNI dapat diselesaikan sebelum masa reses DPR. “Menteri Pertahanan menugaskan Sekjen Kemenhan untuk memimpin kelompok kerja yang akan membahas tiga pasal yang akan dibahas, dengan harapan ini bisa selesai pada bulan Ramadan. Kita harapkan ini selesai sebelum reses para anggota DPR,” ujar Sjafrie di kompleks parlemen, Jakarta, pada Selasa, 11 Maret 2025. Ia juga menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak akan mengubah pasal larangan bagi anggota TNI untuk berbisnis. “[Larangan anggota TNI berbisnis] itu tidak termasuk dalam pasal yang dibahas,” tegasnya.
Pemerintah telah menyerahkan naskah Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU TNI sebagai acuan pembahasan. DIM tersebut berisi poin-poin rumusan perubahan UU TNI yang diajukan oleh pemerintah. Sjafrie juga mengungkapkan arahan Presiden Joko Widodo terkait penempatan TNI di institusi sipil. Menurutnya, Presiden telah memerintahkan agar prajurit TNI yang aktif di jabatan sipil harus mundur atau pensiun dini sesuai dengan Pasal 47 UU TNI. “Presiden selaku panglima tertinggi juga telah memberikan petunjuk kepada Menteri Pertahanan untuk para prajurit TNI yang akan ditugaskan di kementerian dan lembaga, itu harus pensiun, dan kita sebut pensiun dini,” jelas Sjafrie.
Dalam rapat dengan Komisi I DPR RI, Sjafrie mengungkapkan empat poin pokok yang menjadi objek perubahan dalam revisi UU TNI. Pertama, penguatan dan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista). Kedua, memperjelas batasan penempatan TNI dalam tugas nonmiliter di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Keempat, mengatur batas usia pensiun TNI. Namun, Sjafrie menegaskan bahwa revisi hanya akan menyasar tiga pasal utama, yaitu Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 47 terkait penempatan TNI di institusi sipil, dan Pasal 53 tentang masa pensiun.
“Ini akan dibahas di dalam Panitia Kerja (Panja), yang akan dipimpin Ketua Komisi I [DPR] dan masing-masing menteri hukum menugaskan eselon 1, sedangkan Menkeu menugaskan eselon 1, Mensesneg menugaskan eselon 1,” kata Sjafrie, yang pernah menjabat sebagai Pangdam Jaya pada masa Reformasi 1998.
Sehari sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, juga mengungkapkan tiga pasal pokok yang akan dibahas dalam revisi UU TNI. Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 47 yang mengatur penempatan prajurit TNI di instansi sipil, Pasal 53 terkait masa pensiun, dan Pasal 3 tentang kedudukan TNI. Utut menyoroti adanya ketidakadilan dalam batas usia pensiun antara TNI dan instansi pemerintahan lainnya. Misalnya, batas usia pensiun untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah 58-60 tahun, sementara tamtama dan bintara TNI harus pensiun pada usia 53 tahun. “Menurut hemat saya ini ada ketidakadilan,” ujar politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
Revisi UU TNI ini diharapkan dapat memperkuat posisi TNI sebagai institusi pertahanan negara, sekaligus meningkatkan kesejahteraan prajurit dan mengatur penempatan TNI di lembaga sipil dengan lebih jelas. Dengan fokus pada tiga pasal krusial, pemerintah dan DPR berharap dapat menyelesaikan pembahasan revisi UU TNI sebelum masa reses, sehingga dapat segera diimplementasikan untuk kepentingan nasional.
Proses revisi ini juga mencerminkan komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki regulasi yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara, serta memastikan bahwa TNI dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan profesional. Dengan demikian, revisi UU TNI diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan dan modernisasi TNI, serta meningkatkan kesejahteraan para prajurit yang telah berjasa menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.(Courtesy picture:ilustrasi Prajurit TNI AD)
Pemerintah Targetkan Revisi UU TNI Selesai Sebelum Reses DPR, Fokus pada Tiga Pasal Krusial
Jakarta, Sofund.news – Pemerintah menargetkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dapat diselesaikan sebelum masa reses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI atau sebelum libur Lebaran tahun ini, yang jatuh pada Idulfitri 1446 Hijriah. DPR akan memasuki masa reses mulai Jumat, 21 Maret 2025. Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemenhan) telah ditugaskan untuk memimpin kelompok kerja yang akan membahas tiga pasal krusial dalam RUU TNI.
Sjafrie berharap pembahasan revisi UU TNI dapat diselesaikan sebelum masa reses DPR. “Menteri Pertahanan menugaskan Sekjen Kemenhan untuk memimpin kelompok kerja yang akan membahas tiga pasal yang akan dibahas, dengan harapan ini bisa selesai pada bulan Ramadan. Kita harapkan ini selesai sebelum reses para anggota DPR,” ujar Sjafrie di kompleks parlemen, Jakarta, pada Selasa, 11 Maret 2025. Ia juga menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak akan mengubah pasal larangan bagi anggota TNI untuk berbisnis. “[Larangan anggota TNI berbisnis] itu tidak termasuk dalam pasal yang dibahas,” tegasnya.
Pemerintah telah menyerahkan naskah Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU TNI sebagai acuan pembahasan. DIM tersebut berisi poin-poin rumusan perubahan UU TNI yang diajukan oleh pemerintah. Sjafrie juga mengungkapkan arahan Presiden Joko Widodo terkait penempatan TNI di institusi sipil. Menurutnya, Presiden telah memerintahkan agar prajurit TNI yang aktif di jabatan sipil harus mundur atau pensiun dini sesuai dengan Pasal 47 UU TNI. “Presiden selaku panglima tertinggi juga telah memberikan petunjuk kepada Menteri Pertahanan untuk para prajurit TNI yang akan ditugaskan di kementerian dan lembaga, itu harus pensiun, dan kita sebut pensiun dini,” jelas Sjafrie.
Dalam rapat dengan Komisi I DPR RI, Sjafrie mengungkapkan empat poin pokok yang menjadi objek perubahan dalam revisi UU TNI. Pertama, penguatan dan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista). Kedua, memperjelas batasan penempatan TNI dalam tugas nonmiliter di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Keempat, mengatur batas usia pensiun TNI. Namun, Sjafrie menegaskan bahwa revisi hanya akan menyasar tiga pasal utama, yaitu Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 47 terkait penempatan TNI di institusi sipil, dan Pasal 53 tentang masa pensiun.
“Ini akan dibahas di dalam Panitia Kerja (Panja), yang akan dipimpin Ketua Komisi I [DPR] dan masing-masing menteri hukum menugaskan eselon 1, sedangkan Menkeu menugaskan eselon 1, Mensesneg menugaskan eselon 1,” kata Sjafrie, yang pernah menjabat sebagai Pangdam Jaya pada masa Reformasi 1998.
Sehari sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, juga mengungkapkan tiga pasal pokok yang akan dibahas dalam revisi UU TNI. Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 47 yang mengatur penempatan prajurit TNI di instansi sipil, Pasal 53 terkait masa pensiun, dan Pasal 3 tentang kedudukan TNI. Utut menyoroti adanya ketidakadilan dalam batas usia pensiun antara TNI dan instansi pemerintahan lainnya. Misalnya, batas usia pensiun untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah 58-60 tahun, sementara tamtama dan bintara TNI harus pensiun pada usia 53 tahun. “Menurut hemat saya ini ada ketidakadilan,” ujar politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
Revisi UU TNI ini diharapkan dapat memperkuat posisi TNI sebagai institusi pertahanan negara, sekaligus meningkatkan kesejahteraan prajurit dan mengatur penempatan TNI di lembaga sipil dengan lebih jelas. Dengan fokus pada tiga pasal krusial, pemerintah dan DPR berharap dapat menyelesaikan pembahasan revisi UU TNI sebelum masa reses, sehingga dapat segera diimplementasikan untuk kepentingan nasional.
Proses revisi ini juga mencerminkan komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki regulasi yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara, serta memastikan bahwa TNI dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan profesional. Dengan demikian, revisi UU TNI diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan dan modernisasi TNI, serta meningkatkan kesejahteraan para prajurit yang telah berjasa menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.(Courtesy picture:ilustrasi Prajurit TNI AD)