Pemerintah Usulkan Sea and Coast Guard untuk Penegakan Hukum Laut yang Lebih Efektif

Last Updated: February 12, 2025By Tags: , ,

Jakarta, SOFUND.news- Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan wacana pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Laut sebagai langkah untuk menyelesaikan tumpang tindih aturan dalam pengamanan perairan Indonesia. Dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Yusril menjelaskan urgensi pembentukan RUU tersebut untuk mengatasi ketidaksinkronan antara lebih dari 20 peraturan perundang-undangan yang saat ini mengatur keamanan laut. Ketidaksesuaian ini menyebabkan irisan kewenangan antara instansi yang berperan dalam patroli dan penegakan hukum di laut, yang akhirnya berdampak pada efektivitas pengawasan dan penindakan.

Yusril menyoroti perlunya konsolidasi kelembagaan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengamanan laut. Saat ini, banyak instansi yang terlibat dalam tugas patroli dan penegakan hukum, seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla), TNI AL, Polisi Air, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Bea Cukai. Hal ini, menurutnya, menghambat koordinasi dan membuat penegakan hukum di laut menjadi kurang efektif. Dalam konteks ini, Yusril mengusulkan kemungkinan pembentukan satu lembaga non-militer yang memiliki kewenangan khusus untuk menangani keamanan laut dan menegakkan hukum di perairan Indonesia. Lembaga ini, lanjutnya, dapat mengkoordinasikan berbagai instansi yang terlibat agar lebih efisien dan tidak ada tumpang tindih kewenangan.

Selain itu, Yusril mengemukakan bahwa pembentukan RUU Keamanan Laut perlu memperkuat regulasi yang ada. Salah satu opsi yang dibahas adalah penerapan metode omnibus law untuk mempercepat penyusunan undang-undang ini, meskipun masih ada pertimbangan lain yang lebih efektif. Komisi I DPR RI mendukung wacana ini dan menekankan pentingnya pembentukan lembaga non-militer yang diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, guna meningkatkan ketegasan dan efektivitas penegakan hukum di laut.

Wakil Ketua Komisi I DPR, Ahmad Heriawan, menyatakan bahwa salah satu masalah utama dalam pengamanan laut adalah tumpang tindih kewenangan antara berbagai lembaga. Sebagai contoh, meskipun Angkatan Laut sering kali menangkap kapal asing yang melanggar, mereka tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan. Oleh karena itu, Ahmad mendukung usulan pembentukan lembaga yang akan menyatukan kewenangan dan tanggung jawab dalam satu badan yang dapat mengelola semua aspek pengamanan laut secara terkoordinasi.

Lodewijk Frederik Paulus, Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, juga mengusulkan pembentukan Sea and Coast Guard Indonesia sebagai pengganti Bakamla, yang akan menjadi leading sector dalam penegakan hukum di laut. Dengan lembaga yang memiliki kewenangan tunggal ini, diharapkan masalah koordinasi antar instansi yang selama ini menghambat pengawasan dan penindakan di laut dapat diatasi.

Selain itu, Lodewijk menyebutkan kerugian besar yang dialami negara akibat aktivitas ilegal di laut yang melibatkan pihak asing. Menurutnya, Indonesia kehilangan hampir Rp40 triliun akibat kegiatan ilegal seperti penyelundupan. Oleh karena itu, pembentukan lembaga yang lebih fokus dan terorganisir ini menjadi langkah penting dalam mengurangi kerugian tersebut dan meningkatkan keamanan laut Indonesia.

Wacana pembentukan RUU Keamanan Laut dan lembaga non-militer yang khusus menangani pengamanan perairan Indonesia merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan tumpang tindih kewenangan yang selama ini menghambat efektivitas patroli dan penegakan hukum di laut. Dengan adanya lembaga yang memiliki kewenangan terkoordinasi, Indonesia dapat lebih fokus dalam menanggulangi ancaman terhadap kedaulatan laut, serta memaksimalkan potensi ekonomi maritim yang selama ini terabaikan. Langkah ini juga menjadi simbol penting dalam upaya memperkuat sistem hukum dan keamanan laut demi masa depan yang lebih aman dan sejahtera bagi Indonesia. (Courtesy picture: Ilustrasi oleh penulis)

Pemerintah Usulkan Sea and Coast Guard untuk Penegakan Hukum Laut yang Lebih Efektif

Last Updated: February 12, 2025By Tags: , ,

Jakarta, SOFUND.news- Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan wacana pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Laut sebagai langkah untuk menyelesaikan tumpang tindih aturan dalam pengamanan perairan Indonesia. Dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Yusril menjelaskan urgensi pembentukan RUU tersebut untuk mengatasi ketidaksinkronan antara lebih dari 20 peraturan perundang-undangan yang saat ini mengatur keamanan laut. Ketidaksesuaian ini menyebabkan irisan kewenangan antara instansi yang berperan dalam patroli dan penegakan hukum di laut, yang akhirnya berdampak pada efektivitas pengawasan dan penindakan.

Yusril menyoroti perlunya konsolidasi kelembagaan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengamanan laut. Saat ini, banyak instansi yang terlibat dalam tugas patroli dan penegakan hukum, seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla), TNI AL, Polisi Air, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Bea Cukai. Hal ini, menurutnya, menghambat koordinasi dan membuat penegakan hukum di laut menjadi kurang efektif. Dalam konteks ini, Yusril mengusulkan kemungkinan pembentukan satu lembaga non-militer yang memiliki kewenangan khusus untuk menangani keamanan laut dan menegakkan hukum di perairan Indonesia. Lembaga ini, lanjutnya, dapat mengkoordinasikan berbagai instansi yang terlibat agar lebih efisien dan tidak ada tumpang tindih kewenangan.

Selain itu, Yusril mengemukakan bahwa pembentukan RUU Keamanan Laut perlu memperkuat regulasi yang ada. Salah satu opsi yang dibahas adalah penerapan metode omnibus law untuk mempercepat penyusunan undang-undang ini, meskipun masih ada pertimbangan lain yang lebih efektif. Komisi I DPR RI mendukung wacana ini dan menekankan pentingnya pembentukan lembaga non-militer yang diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, guna meningkatkan ketegasan dan efektivitas penegakan hukum di laut.

Wakil Ketua Komisi I DPR, Ahmad Heriawan, menyatakan bahwa salah satu masalah utama dalam pengamanan laut adalah tumpang tindih kewenangan antara berbagai lembaga. Sebagai contoh, meskipun Angkatan Laut sering kali menangkap kapal asing yang melanggar, mereka tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan. Oleh karena itu, Ahmad mendukung usulan pembentukan lembaga yang akan menyatukan kewenangan dan tanggung jawab dalam satu badan yang dapat mengelola semua aspek pengamanan laut secara terkoordinasi.

Lodewijk Frederik Paulus, Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, juga mengusulkan pembentukan Sea and Coast Guard Indonesia sebagai pengganti Bakamla, yang akan menjadi leading sector dalam penegakan hukum di laut. Dengan lembaga yang memiliki kewenangan tunggal ini, diharapkan masalah koordinasi antar instansi yang selama ini menghambat pengawasan dan penindakan di laut dapat diatasi.

Selain itu, Lodewijk menyebutkan kerugian besar yang dialami negara akibat aktivitas ilegal di laut yang melibatkan pihak asing. Menurutnya, Indonesia kehilangan hampir Rp40 triliun akibat kegiatan ilegal seperti penyelundupan. Oleh karena itu, pembentukan lembaga yang lebih fokus dan terorganisir ini menjadi langkah penting dalam mengurangi kerugian tersebut dan meningkatkan keamanan laut Indonesia.

Wacana pembentukan RUU Keamanan Laut dan lembaga non-militer yang khusus menangani pengamanan perairan Indonesia merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan tumpang tindih kewenangan yang selama ini menghambat efektivitas patroli dan penegakan hukum di laut. Dengan adanya lembaga yang memiliki kewenangan terkoordinasi, Indonesia dapat lebih fokus dalam menanggulangi ancaman terhadap kedaulatan laut, serta memaksimalkan potensi ekonomi maritim yang selama ini terabaikan. Langkah ini juga menjadi simbol penting dalam upaya memperkuat sistem hukum dan keamanan laut demi masa depan yang lebih aman dan sejahtera bagi Indonesia. (Courtesy picture: Ilustrasi oleh penulis)