Seni Tradisi Semakin Inklusif: Perempuan dan Laki-laki Ambil Peran di Kendal
Jakarta, Sofundnews.id – Budaya Jawa terus hidup dan berkembang, bukan hanya lewat pentas seni tapi juga lewat mereka yang berdiri di balik panggung. Dalam kunjungan serap aspirasi di Kendal, Anggota DPR RI Komisi VII dari Fraksi PDI Perjuangan, Samuel J.D. Wattimena, menyoroti pentingnya pemberdayaan pelaku seni budaya, khususnya perempuan.
Dalam forum terbuka bersama seniman lokal, Samuel memuji kiprah komunitas perempuan berkebaya yang aktif menjadi pamitoro atau pranotocoro wanita—yakni pemandu atau pengatur jalannya sebuah acara adat maupun pertunjukan budaya. Di tengah arus modernisasi, kehadiran para perempuan ini menunjukkan bahwa budaya bukan hanya warisan, tapi juga ruang aktualisasi diri.
“Kita perlu mendukung perempuan yang punya semangat melestarikan budaya, apalagi yang sudah tampil sebagai pengendali acara. Itu bukan hal kecil, itu bagian dari kepemimpinan,” ungkap Samuel.
Di Kendal dan wilayah sekitarnya seperti Ambarawa di Kabupaten Semarang—yang dikenal sebagai barometer budaya—peran perempuan dalam seni budaya kini semakin kuat. 30 persen pranotocoro kini diisi oleh perempuan, angka yang terus meningkat seiring banyaknya komunitas yang membuka ruang belajar tanpa batasan usia.
Uniknya, tak hanya perempuan yang tampil di depan, tetapi juga laki-laki yang berperan sebagai sinden, penggirong, atau backing vocal—mencerminkan bahwa dunia seni tradisi kini semakin inklusif.
“Jadi sinden itu nggak harus perempuan. Sekarang banyak cowok juga yang bisa nembang dengan cengkok halus. Dan itu diterima dengan sangat baik oleh masyarakat,” ujar salah satu pelaku seni Kendal yang hadir.
Samuel menegaskan bahwa kekayaan budaya lokal seperti ini perlu difasilitasi dan dikuatkan, terutama dari segi kelembagaan dan promosi. Ia mengusulkan agar pemerintah daerah bersama pelaku seni mulai menyusun data dan konsep yang kuat agar bisa diangkat ke level kementerian.
“Yang saya lihat di Kendal ini potensinya luar biasa. Kalau konsepnya dimatangkan, bisa masuk ke program-program strategis nasional di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” tambahnya.
Tak hanya sekadar pelestarian, semangat gotong royong dan kemandirian komunitas menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan seni budaya. Melalui peran pranotocoro wanita, pelaku sinden laki-laki, dan komunitas perempuan berkebaya, wajah budaya Jawa di Kendal kini tampil lebih dinamis dan inklusif. (Picture Courtesy: Dokumentasi Tim Rumah Aspirasi Samuel Wattimena)
Seni Tradisi Semakin Inklusif: Perempuan dan Laki-laki Ambil Peran di Kendal
Jakarta, Sofundnews.id – Budaya Jawa terus hidup dan berkembang, bukan hanya lewat pentas seni tapi juga lewat mereka yang berdiri di balik panggung. Dalam kunjungan serap aspirasi di Kendal, Anggota DPR RI Komisi VII dari Fraksi PDI Perjuangan, Samuel J.D. Wattimena, menyoroti pentingnya pemberdayaan pelaku seni budaya, khususnya perempuan.
Dalam forum terbuka bersama seniman lokal, Samuel memuji kiprah komunitas perempuan berkebaya yang aktif menjadi pamitoro atau pranotocoro wanita—yakni pemandu atau pengatur jalannya sebuah acara adat maupun pertunjukan budaya. Di tengah arus modernisasi, kehadiran para perempuan ini menunjukkan bahwa budaya bukan hanya warisan, tapi juga ruang aktualisasi diri.
“Kita perlu mendukung perempuan yang punya semangat melestarikan budaya, apalagi yang sudah tampil sebagai pengendali acara. Itu bukan hal kecil, itu bagian dari kepemimpinan,” ungkap Samuel.
Di Kendal dan wilayah sekitarnya seperti Ambarawa di Kabupaten Semarang—yang dikenal sebagai barometer budaya—peran perempuan dalam seni budaya kini semakin kuat. 30 persen pranotocoro kini diisi oleh perempuan, angka yang terus meningkat seiring banyaknya komunitas yang membuka ruang belajar tanpa batasan usia.
Uniknya, tak hanya perempuan yang tampil di depan, tetapi juga laki-laki yang berperan sebagai sinden, penggirong, atau backing vocal—mencerminkan bahwa dunia seni tradisi kini semakin inklusif.
“Jadi sinden itu nggak harus perempuan. Sekarang banyak cowok juga yang bisa nembang dengan cengkok halus. Dan itu diterima dengan sangat baik oleh masyarakat,” ujar salah satu pelaku seni Kendal yang hadir.
Samuel menegaskan bahwa kekayaan budaya lokal seperti ini perlu difasilitasi dan dikuatkan, terutama dari segi kelembagaan dan promosi. Ia mengusulkan agar pemerintah daerah bersama pelaku seni mulai menyusun data dan konsep yang kuat agar bisa diangkat ke level kementerian.
“Yang saya lihat di Kendal ini potensinya luar biasa. Kalau konsepnya dimatangkan, bisa masuk ke program-program strategis nasional di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” tambahnya.
Tak hanya sekadar pelestarian, semangat gotong royong dan kemandirian komunitas menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan seni budaya. Melalui peran pranotocoro wanita, pelaku sinden laki-laki, dan komunitas perempuan berkebaya, wajah budaya Jawa di Kendal kini tampil lebih dinamis dan inklusif. (Picture Courtesy: Dokumentasi Tim Rumah Aspirasi Samuel Wattimena)