Sesaji Rewanda di Goa Kreo: Tradisi Unik yang Dilirik Jadi Daya Tarik Wisata Budaya

Jakarta-Sofundnews.id, Tradisi tahunan Sesaji Rewanda yang biasa digelar tiga hari setelah Lebaran di Goa Kreo, Semarang, kembali mencuri perhatian. Bukan hanya karena nuansa sakral dan adatnya yang kental, tetapi juga karena atraksi uniknya—rebutan gunungan oleh warga dan monyet Goa Kreo—yang dipercaya membawa berkah. Tradisi ini bukan sekadar ritual, tapi jadi simbol syukur atas hasil bumi yang telah didoakan.

Tahun ini, Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng ikut hadir langsung menyaksikan kemeriahan acara. Ia menyampaikan bahwa pelaksanaan tradisi ini sangat meriah, namun menurutnya masih ada banyak ruang untuk dikembangkan agar daya tarik wisatanya semakin luas.

“Ada beberapa hal yang kami harus dorong untuk promosinya. Ini kan tradisi masyarakat yang saya anggap sebagai berkah,” ujarnya.

Agustina juga menambahkan, meskipun tidak semua kegiatan dibiayai pemerintah, semangat gotong royong warga tetap menjadi kekuatan utama dalam menyukseskan acara ini.

Melihat potensi yang besar, Pemkot Semarang akan mulai mendorong pengembangan konsep yang lebih modern dan terintegrasi dengan dunia pariwisata. Salah satu langkah konkritnya adalah menggandeng Samuel Wattimena, desainer senior yang juga anggota Komisi VII DPR RI.

“Pariwisata yang paling tahan lama itu yang mengangkat budaya lokal. Saya tertarik untuk terlibat, bahkan mungkin dengan konsep fashion show juga,” kata Samuel.

Samuel menyarankan agar acara budaya seperti Sesaji Rewanda ini dilengkapi dengan storytelling dan elemen visual yang kuat, termasuk kostum yang khas dan penuh makna. Ia juga mengusulkan agar unsur budaya seperti batik Semarang bisa lebih ditonjolkan dalam desain busana.

“Saya akan coba cocokkan busananya agar menampilkan kekayaan budaya Semarang. Dan akan melibatkan desainer lokal juga,” imbuhnya.

Menurutnya, agar bisa didukung oleh kementerian, kegiatan desa wisata harus memiliki data dan konsep yang jelas, karena pendekatannya bersifat bottom-up.

Dari sisi pengunjung, banyak yang merasa antusias dan terkesan. Seperti Siti Fitri Astuti, warga Semarang Barat, yang mengaku baru pertama kali ikut serta.

“Senang banget bisa ikut rebutan gunungan walaupun nggak dapat sego kethek, tapi dapat buah-buahan. Seru juga bisa ajak keluarga,” katanya sambil tersenyum.

Tradisi Sesaji Rewanda membuktikan bahwa kolaborasi antara budaya, masyarakat, dan pemerintah bisa menciptakan pengalaman wisata yang autentik dan penuh makna. Dengan sentuhan modern dan promosi yang tepat, bukan tidak mungkin acara ini akan jadi ikon pariwisata budaya Semarang yang mendunia. (Picture Source: Dokumentasi Tim Rumah Aspirasi Samuel Wattimena)

Sesaji Rewanda di Goa Kreo: Tradisi Unik yang Dilirik Jadi Daya Tarik Wisata Budaya

Jakarta-Sofundnews.id, Tradisi tahunan Sesaji Rewanda yang biasa digelar tiga hari setelah Lebaran di Goa Kreo, Semarang, kembali mencuri perhatian. Bukan hanya karena nuansa sakral dan adatnya yang kental, tetapi juga karena atraksi uniknya—rebutan gunungan oleh warga dan monyet Goa Kreo—yang dipercaya membawa berkah. Tradisi ini bukan sekadar ritual, tapi jadi simbol syukur atas hasil bumi yang telah didoakan.

Tahun ini, Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng ikut hadir langsung menyaksikan kemeriahan acara. Ia menyampaikan bahwa pelaksanaan tradisi ini sangat meriah, namun menurutnya masih ada banyak ruang untuk dikembangkan agar daya tarik wisatanya semakin luas.

“Ada beberapa hal yang kami harus dorong untuk promosinya. Ini kan tradisi masyarakat yang saya anggap sebagai berkah,” ujarnya.

Agustina juga menambahkan, meskipun tidak semua kegiatan dibiayai pemerintah, semangat gotong royong warga tetap menjadi kekuatan utama dalam menyukseskan acara ini.

Melihat potensi yang besar, Pemkot Semarang akan mulai mendorong pengembangan konsep yang lebih modern dan terintegrasi dengan dunia pariwisata. Salah satu langkah konkritnya adalah menggandeng Samuel Wattimena, desainer senior yang juga anggota Komisi VII DPR RI.

“Pariwisata yang paling tahan lama itu yang mengangkat budaya lokal. Saya tertarik untuk terlibat, bahkan mungkin dengan konsep fashion show juga,” kata Samuel.

Samuel menyarankan agar acara budaya seperti Sesaji Rewanda ini dilengkapi dengan storytelling dan elemen visual yang kuat, termasuk kostum yang khas dan penuh makna. Ia juga mengusulkan agar unsur budaya seperti batik Semarang bisa lebih ditonjolkan dalam desain busana.

“Saya akan coba cocokkan busananya agar menampilkan kekayaan budaya Semarang. Dan akan melibatkan desainer lokal juga,” imbuhnya.

Menurutnya, agar bisa didukung oleh kementerian, kegiatan desa wisata harus memiliki data dan konsep yang jelas, karena pendekatannya bersifat bottom-up.

Dari sisi pengunjung, banyak yang merasa antusias dan terkesan. Seperti Siti Fitri Astuti, warga Semarang Barat, yang mengaku baru pertama kali ikut serta.

“Senang banget bisa ikut rebutan gunungan walaupun nggak dapat sego kethek, tapi dapat buah-buahan. Seru juga bisa ajak keluarga,” katanya sambil tersenyum.

Tradisi Sesaji Rewanda membuktikan bahwa kolaborasi antara budaya, masyarakat, dan pemerintah bisa menciptakan pengalaman wisata yang autentik dan penuh makna. Dengan sentuhan modern dan promosi yang tepat, bukan tidak mungkin acara ini akan jadi ikon pariwisata budaya Semarang yang mendunia. (Picture Source: Dokumentasi Tim Rumah Aspirasi Samuel Wattimena)