Strategi Lima Langkah Indonesia Hadapi Serangan Dagang AS di Era Trump
Jakarta, Sofund.news – Dalam upaya meredam potensi dampak buruk dari kebijakan dagang Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, pemerintah Indonesia menyusun strategi diplomasi ekonomi melalui lima kesepakatan penting. Langkah ini menjadi bagian dari pendekatan negosiasi intensif yang ditempuh demi membatalkan penerapan tarif resiprokal terhadap produk-produk ekspor Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Kamis (25/4), menjelaskan bahwa Indonesia telah mengambil langkah proaktif dalam melakukan komunikasi dan negosiasi dengan pemerintah AS. Tujuannya adalah untuk mencegah dampak kebijakan tarif yang berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Langkah pertama yang ditempuh adalah penyesuaian tarif bea masuk terhadap produk-produk tertentu asal Amerika Serikat. Penyesuaian ini dilakukan secara selektif dan strategis, sebagai bagian dari upaya menciptakan keseimbangan dalam hubungan dagang bilateral.
Kesepakatan kedua adalah peningkatan volume impor dari Amerika Serikat, khususnya untuk produk-produk yang tidak diproduksi di dalam negeri. Komoditas yang termasuk dalam kebijakan ini meliputi minyak dan gas bumi (migas), mesin dan peralatan berteknologi tinggi, serta produk pertanian tertentu.
Langkah ketiga berfokus pada reformasi dalam sektor perpajakan dan kepabeanan. Reformasi ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sistem perdagangan Indonesia, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.
Pada kesepakatan keempat, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap berbagai kebijakan non-tarif. Penyesuaian ini mencakup pengaturan ulang terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), kuota impor, proses deregulasi, serta pengaturan teknis (pertek) yang menjadi kewenangan berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Sementara itu, kesepakatan kelima menyoroti pentingnya langkah-langkah protektif dalam menghadapi potensi banjir barang impor. Indonesia akan lebih tanggap dalam menerapkan kebijakan trade remedies, seperti pengenaan tarif antidumping dan pengamanan terhadap lonjakan impor yang merugikan industri dalam negeri.
Menurut Sri Mulyani, kelima langkah tersebut bukan hanya untuk mengatasi tekanan dari AS, tetapi juga sebagai bentuk komitmen Indonesia untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di samping itu, Indonesia juga tengah gencar menjajaki ekspansi pasar ekspor, terutama ke negara-negara dalam skema ASEAN Plus Three (APT)—yang mencakup China, Jepang, dan Korea Selatan.
Lebih jauh, strategi perluasan pasar ekspor juga diarahkan ke kawasan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) serta negara-negara di benua Eropa. Langkah ini memperlihatkan tekad Indonesia untuk memperkuat posisinya di pasar global, terlepas dari tantangan kebijakan proteksionisme dari negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat.(Courtesy picture:Tangkapan layar Instagram Sri Mulyani Kemenkeu)
Strategi Lima Langkah Indonesia Hadapi Serangan Dagang AS di Era Trump
Jakarta, Sofund.news – Dalam upaya meredam potensi dampak buruk dari kebijakan dagang Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, pemerintah Indonesia menyusun strategi diplomasi ekonomi melalui lima kesepakatan penting. Langkah ini menjadi bagian dari pendekatan negosiasi intensif yang ditempuh demi membatalkan penerapan tarif resiprokal terhadap produk-produk ekspor Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Kamis (25/4), menjelaskan bahwa Indonesia telah mengambil langkah proaktif dalam melakukan komunikasi dan negosiasi dengan pemerintah AS. Tujuannya adalah untuk mencegah dampak kebijakan tarif yang berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Langkah pertama yang ditempuh adalah penyesuaian tarif bea masuk terhadap produk-produk tertentu asal Amerika Serikat. Penyesuaian ini dilakukan secara selektif dan strategis, sebagai bagian dari upaya menciptakan keseimbangan dalam hubungan dagang bilateral.
Kesepakatan kedua adalah peningkatan volume impor dari Amerika Serikat, khususnya untuk produk-produk yang tidak diproduksi di dalam negeri. Komoditas yang termasuk dalam kebijakan ini meliputi minyak dan gas bumi (migas), mesin dan peralatan berteknologi tinggi, serta produk pertanian tertentu.
Langkah ketiga berfokus pada reformasi dalam sektor perpajakan dan kepabeanan. Reformasi ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sistem perdagangan Indonesia, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.
Pada kesepakatan keempat, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap berbagai kebijakan non-tarif. Penyesuaian ini mencakup pengaturan ulang terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), kuota impor, proses deregulasi, serta pengaturan teknis (pertek) yang menjadi kewenangan berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Sementara itu, kesepakatan kelima menyoroti pentingnya langkah-langkah protektif dalam menghadapi potensi banjir barang impor. Indonesia akan lebih tanggap dalam menerapkan kebijakan trade remedies, seperti pengenaan tarif antidumping dan pengamanan terhadap lonjakan impor yang merugikan industri dalam negeri.
Menurut Sri Mulyani, kelima langkah tersebut bukan hanya untuk mengatasi tekanan dari AS, tetapi juga sebagai bentuk komitmen Indonesia untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di samping itu, Indonesia juga tengah gencar menjajaki ekspansi pasar ekspor, terutama ke negara-negara dalam skema ASEAN Plus Three (APT)—yang mencakup China, Jepang, dan Korea Selatan.
Lebih jauh, strategi perluasan pasar ekspor juga diarahkan ke kawasan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) serta negara-negara di benua Eropa. Langkah ini memperlihatkan tekad Indonesia untuk memperkuat posisinya di pasar global, terlepas dari tantangan kebijakan proteksionisme dari negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat.(Courtesy picture:Tangkapan layar Instagram Sri Mulyani Kemenkeu)