Utang Luar Negeri Indonesia Tembus US$427,5 Miliar, Pemerintah dan Swasta Berkontribusi Signifikan
Jakarta, Sofund.news – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia per Januari 2025 mencapai US427,5miliar atau setara dengan Rp6.997 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.370 perdolar AS). Dari total tersebut,utang luar negeri pemerintah menyumbang US 204 miliar atau sekitar Rp3.352 triliun, sementara utang luar negeri swasta mencapai US$194,4 miliar atau sekitar Rp3.181 triliun.
Menurut keterangan resmi dari Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, pada Senin (17/1), posisi ULN Indonesia pada Januari 2025 tumbuh sebesar 5,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan pertumbuhan 3,3 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. Erwin menjelaskan bahwa peningkatan ULN pemerintah dipengaruhi oleh aliran masuk modal asing ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) internasional.
Utang luar negeri pemerintah tersebut dialokasikan untuk berbagai sektor strategis. Sebanyak 22,6 persen digunakan untuk sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, 17,8 persen untuk administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, 16,6 persen untuk jasa pendidikan, 12,1 persen untuk konstruksi, serta 8,2 persen untuk jasa keuangan dan asuransi. Erwin menegaskan bahwa posisi ULN pemerintah tetap terkendali karena hampir seluruh utang tersebut memiliki tenor jangka panjang, dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah.
Di sisi lain, utang luar negeri sektor swasta didominasi oleh beberapa sektor utama, yaitu industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik dan gas, serta pertambangan dan penggalian. Keempat sektor ini mencakup 79,4 persen dari total ULN swasta. Erwin juga menyebutkan bahwa ULN swasta didominasi oleh utang jangka panjang, dengan pangsa mencapai 76,6 persen terhadap total ULN swasta.
Bank Indonesia menekankan bahwa utang luar negeri akan terus dioptimalkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. “Peran ULN akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” ujar Erwin. Ia menambahkan bahwa upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
Meskipun utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan, BI memastikan bahwa pengelolaan utang tersebut tetap dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga stabilitas ekonomi. Pemerintah dan otoritas terkait terus memantau perkembangan ULN agar tidak menimbulkan beban yang berlebihan bagi perekonomian nasional. Selain itu, alokasi utang yang tepat sasaran diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pembangunan di berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Secara keseluruhan, laporan BI ini menunjukkan bahwa utang luar negeri Indonesia, baik dari pemerintah maupun swasta, masih dalam batas yang terkendali. Namun, diperlukan kebijakan yang tepat dan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa utang tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa menimbulkan risiko yang signifikan bagi perekonomian nasional. Dengan demikian, diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terus berjalan secara berkelanjutan dan inklusif.(Courtesy picture:Ilustrasi keuangan)
Utang Luar Negeri Indonesia Tembus US$427,5 Miliar, Pemerintah dan Swasta Berkontribusi Signifikan
Jakarta, Sofund.news – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia per Januari 2025 mencapai US427,5miliar atau setara dengan Rp6.997 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.370 perdolar AS). Dari total tersebut,utang luar negeri pemerintah menyumbang US 204 miliar atau sekitar Rp3.352 triliun, sementara utang luar negeri swasta mencapai US$194,4 miliar atau sekitar Rp3.181 triliun.
Menurut keterangan resmi dari Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, pada Senin (17/1), posisi ULN Indonesia pada Januari 2025 tumbuh sebesar 5,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan pertumbuhan 3,3 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. Erwin menjelaskan bahwa peningkatan ULN pemerintah dipengaruhi oleh aliran masuk modal asing ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) internasional.
Utang luar negeri pemerintah tersebut dialokasikan untuk berbagai sektor strategis. Sebanyak 22,6 persen digunakan untuk sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, 17,8 persen untuk administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, 16,6 persen untuk jasa pendidikan, 12,1 persen untuk konstruksi, serta 8,2 persen untuk jasa keuangan dan asuransi. Erwin menegaskan bahwa posisi ULN pemerintah tetap terkendali karena hampir seluruh utang tersebut memiliki tenor jangka panjang, dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah.
Di sisi lain, utang luar negeri sektor swasta didominasi oleh beberapa sektor utama, yaitu industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik dan gas, serta pertambangan dan penggalian. Keempat sektor ini mencakup 79,4 persen dari total ULN swasta. Erwin juga menyebutkan bahwa ULN swasta didominasi oleh utang jangka panjang, dengan pangsa mencapai 76,6 persen terhadap total ULN swasta.
Bank Indonesia menekankan bahwa utang luar negeri akan terus dioptimalkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. “Peran ULN akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” ujar Erwin. Ia menambahkan bahwa upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
Meskipun utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan, BI memastikan bahwa pengelolaan utang tersebut tetap dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga stabilitas ekonomi. Pemerintah dan otoritas terkait terus memantau perkembangan ULN agar tidak menimbulkan beban yang berlebihan bagi perekonomian nasional. Selain itu, alokasi utang yang tepat sasaran diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pembangunan di berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Secara keseluruhan, laporan BI ini menunjukkan bahwa utang luar negeri Indonesia, baik dari pemerintah maupun swasta, masih dalam batas yang terkendali. Namun, diperlukan kebijakan yang tepat dan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa utang tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa menimbulkan risiko yang signifikan bagi perekonomian nasional. Dengan demikian, diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terus berjalan secara berkelanjutan dan inklusif.(Courtesy picture:Ilustrasi keuangan)